Rabu, 02 Mei 2012



Perang Dunia II
Tangal
Lokasi
Hasil





























Kemenangan sekutu, munculnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya, terbentuknya blok-blok yang menjurus ke Perang Dingin, mulai lepasnya negara-negara jajahan Eropa.

Pihak yang terlibat







                                            Komandan
                                            Jumlah korban
Militer tewas:
17.000.000
Sipil tewas:
33.000.000
Total tewas:
50.000.000
Militer tewas:
8.000.000
Sipil tewas:
4.000.000
Total tewas:
12.000.000
Perang Dunia II
Perang Dunia Kedua (biasa disingkat PD II) adalah konflik militer global yang terjadi pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terbesar sepanjang sejarah dengan lebih dari 100 juta personil. Dalam keadaan "perang total," pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi, industri, dan kemampuan ilmiah untuk melayani usaha perang, menghapus perbedaan antara sipil dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta orang, mayoritas warga sipil, tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II sebagai konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.
Umumnya dapat dikatakan bahwa peperangan dimulai saat Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939, dan berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Secara resmi PD II berakhir ketika Jepang menandatangani dokumen Japanese Instrument of Surrender di atas kapal USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, 6 tahun setelah perang dimulai.
Perang Dunia II berkecamuk di tiga benua tua; yaitu Afrika, Asia dan Eropa. Berikut adalah data pertempuran-pertempuran dan peristiwa penting di setiap benua.
Asia dan Pasifik
1937: Perang Sino-Jepang
Konflik perang mulai di Asia beberapa tahun sesudah pertikaian di Eropa. Jepang telah menginvasi Cina pada tahun 1931, jauh sebelum Perang Dunia II dimulai di Eropa. Pada 1 Maret, Jepang menunjuk Henry Pu Yi menjadi kaisar di Manchukuo, negara boneka bentukan Jepang di Manchuria. Pada 1937, perang dimulai ketika Jepang mengambil alih Manchuria.
Roosevelt menandatangani sebuah perintah eksekutif yang tidak diterbitkan (rahasia) pada Mei 1940 yang mengijinkan personel militer AS untuk mundur dari tugas sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam operasi terselubung di Cina sebagai "American Volunteer Group" (AVG) (juga dikenal sebagai Harimau Terbang Chennault). Selama tujuh bulan, kelompok Harimau Terbang berhasil menghancurkan sekitar 600 pesawat Jepang, menenggelamkan sejumlah kapal Jepang, dan menghentikan invasi Jepang terhadap Burma. Dengan adanya tindakan Amerika Serikat dan negara lainnya yang memotong ekspor ke Jepang, maka Jepang merencanakan serangan terhadap Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 tanpa peringatan deklarasi perang; sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada Armada Pasifik Amerika. Hari berikutnya, pasukan Jepang tiba di Hong Kong, yang kemudian menyebabkan menyerahnya pasukan Inggris pada Hari Natal di bulan itu.
1940: Jajahan Perancis Vichy
Pada 1940, Jepang menduduki Indocina Perancis (kini Vietnam) sesuai persetujuan dengan Pemerintahan Vichy meskipun secara lokal terdapat kekuatan Pembebasan Perancis (Forces Françaises Libres/FFL), dan bergabung dengan kekuatan Poros Jerman serta Italia. Aksi ini menguatkan konflik Jepang dengan Amerika Serikat dan Britania Raya yang bereaksi dengan memboikot kiriman minyak terhadap Jepang.

1941: Pearl Harbor, A.S. turut serta dalam perang, invasi Jepang di Asia Tenggara
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/05/Burning_ships_at_Pearl_Harbor.jpg/250px-Burning_ships_at_Pearl_Harbor.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Serangan udara terhadap USS West Virginia dan USS Tennessee di Pearl Harbor.
Pada 7 Desember 1941, pesawat Jepang dikomandoi oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo melaksanakan serangan udara kejutan terhadap Pearl Harbor, pangkalan angkatan laut AS terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang menghadapi perlawanan kecil dan menghancurkan pelabuhan tersebut. AS dengan segera mengumumkan perang terhadap Jepang.
Bersamaan dengan serangan terhadap Pearl Harbor, Jepang juga menyerang pangkalan udara AS di Filipina. Setelah serangan ini, Jepang menginvasi Filipina dan koloni-koloni Inggris di Hong Kong, Malaya, Borneo dan Birma dengan maksud selanjutnya menguasai ladang minyak Hindia Belanda. Seluruh wilayah ini dan daerah yang lebih luas lagi, jatuh ke tangan Jepang dalam waktu beberapa bulan saja. Markas Britania Raya di Singapura juga dikuasai, yang dianggap oleh Churchill sebagai salah satu kekalahan dan sejarah yang paling memalukan bagi Britania.
1942: Invasi Hindia-Belanda
Penyerbuan ke Hindia Belanda diawali dengan serangan Jepang ke Labuan, Brunei, Singapura, Semenanjung Malaya, Palembang, Tarakan dan Balikpapan yang merupakan daerah-daerah sumber minyak. Jepang sengaja mengambil taktik tersebut sebagai taktik gurita yang bertujuan mengisolasi kekuatan Hindia Belanda dan Sekutunya yang tergabung dalam front ABDA (America (Amerika Serikat), British (Inggris), Dutch (Belanda), Australia) yang berkedudukan di Bandung. Serangan-serangan itu mengakibatkan kehancuran pada armada laut ABDA khususnya Australia dan Belanda.
Sejak peristiwa ini, Sekutu akhirnya memindahkan basis pertahanannya ke Australia meskipun demikian Sekutu masih mempertahankan beberapa kekuatannya di Hindia Belanda agar tidak membuat Hindia Belanda merasa ditinggalkan dalam pertempuran ini.
Jepang mengadakan serangan laut besar-besaran ke Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942 dimana terjadi Pertempuran Laut Jawa antara armada laut Jepang melawan armada gabungan yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Armada Gabungan sekutu kalah dan Karel Doorman gugur.
Jepang menyerbu Batavia (Jakarta) yang akhirnya dinyatakan sebagai kota terbuka, kemudian terus menembus Subang dan berhasil menembus garis pertahanan Lembang-Ciater, kota Bandung yang menjadi pusat pertahanan Sekutu-Hindia Belanda terancam. Sementara di front Jawa Timur, tentara Jepang berhasil menyerang Surabaya sehingga kekuatan Belanda ditarik sampai garis pertahanan Porong.
Terancamnya kota Bandung yang menjadi pusat pertahanan dan pengungsian membuat panglima Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten mengambil inisiatif mengadakan perdamaian. Kemudian diadakannya perundingan antara Tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Hitoshi Imamura dengan pihak Belanda yang diwakili Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral jhr A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Pada Awalnya Belanda bermaksud menyerahkan kota Bandung namun tidak mengadakan kapitulasi atau penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Pihak Jepang. Pada saat itu posisi Panglima tertinggi angkatan perang Hindia Belanda tidak lagi berada pada Gubernur Jendral namun diserahkan kepada Ter Poorten sehingga dilain waktu Belanda menganggap bahwa kedudukan di Hindia Belanda masih tetap sah dilanjutkan. Namun setelah Jepang mengancam akan mengebom kota Bandung akhirnya Jendral Ter Poorten setuju untuk menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
1942: Laut Coral, Port Moresby, Midway, Guadalcanal
Pada Mei 1942, serangan laut terhadap Port Moresby, Papua Nugini digagalkan oleh pasukan Sekutu dalam Perang Laut Coral. Kalau saja penguasaan Port Moresby berhasil, Angkatan Laut Jepang dapat juga menyerang Australia. Ini merupakan perlawanan pertama yang berhasil terhadap rencana Jepang dan pertarungan laut pertama yang hanya menggunakan kapal induk. Sebulan kemudian invasi Atol Midway dapat dicegah dengan terpecahnya pesan rahasia Jepang, menyebabkan pemimpin Angkatan Laut AS mengetahui target berikut Jepang yaitu Atol Midway. Pertempuran ini menyebabkan Jepang kehilangan empat kapal induk yang industri Jepang tidak dapat menggantikannya, sementara Angkatan Laut AS kehilangan satu kapal induk. Kemenangan besar buat AS ini menyebabkan Angkatan Laut Jepang kini dalam posisi bertahan.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a4/US_landings.jpg/300px-US_landings.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Pendaratan AS di Pasifik, Agustus 1942-Agustus 1945
Namun, dalam bulan Juli penyerangan darat terhadap Port Moresby dijalankan melalui Track Kokoda yang kasar. Di sini pasukan Jepang bertemu dengan pasukan cadangan Australia, banyak dari mereka masih muda dan tak terlatih, menjalankan aksi perang dengan keras kepala menjaga garis belakang sampai tibanya pasukan reguler Australia dari aksi di Afrika Utara, Yunani dan Timur Tengah.
Para pemimpin Sekutu telah setuju mengalahkan Nazi Jerman adalah prioritas utama masuknya Amerika ke dalam perang. Namun pasukan AS dan Australia mulai menyerang wilayah yang telah jatuh, mulai dari Pulau Guadalcanal, melawan tentara Jepang yang getir dan bertahan kukuh. Pada 7 Agustus 1942 pulau tersebut diserang oleh Amerika Serikat. Pada akhir Agustus dan awal September, selagi perang berkecamuk di Guadalcanal, sebuah serangan amfibi Jepang di timur New Guinea dihadapi oleh pasukan Australia dalam Teluk Milne, dan pasukan darat Jepang menderita kekalahan meyakinkan yang pertama. Di Guadalcanal, pertahanan Jepang runtuh pada Februari 1943.
1943–45: Serangan Sekutu di Asia dan Pasifik
Pasukan Australia and AS melancarkan kampanye yang panjang untuk merebut kembali bagian yang diduduki oleh Pasukan Jepang di Kepulauan Solomon, New Guinea dan Hindia Belanda, dan mengalami beberapa perlawanan paling sengit selama perang. Seluruh Kepulauan Solomon direbut kembali pada tahun 1943, New Britain dan New Ireland pada tahun 1944. Pada saat Filipina sedang direbut kembali pada akhir tahun 1944, Pertempuran Teluk Leyte berkecamuk, yang disebut sebagai perang laut terbesar sepanjang sejarah. Serangan besar terakhir di area Pasifik barat daya adalah kampanye Borneo pertengahan tahun 1945, yang ditujukan untuk mengucilkan sisa-sisa pasukan Jepang di Asia Tenggara, dan menyelamatkan tawanan perang Sekutu.
Kapal selam dan pesawat-pesawat Sekutu juga menyerang kapal dagang Jepang, yang menyebabkan industri di Jepang kekurangan bahan baku. Bahan baku industri sendiri merupakan salah satu alasan Jepang memulai perang di Asia. Keadaan ini semakin efektif setelah Marinir AS merebut pulau-pulau yang lebih dekat ke kepulauan Jepang.
Tentara Nasionalis Cina (Kuomintang) dibawah pimpinan Chiang Kai-shek dan Tentara Komunis Cina dibawah Mao Zedong, keduanya sama-sama menentang pendudukan Jepang terhadap Cina, tetapi tidak pernah benar-benar bersekutu untuk melawan Jepang. Konflik kedua kekuatan ini telah lama terjadi jauh sebelum Perang Dunia II dimulai, yang terus berlanjut, sampai batasan tertentu selama perang, walaupun lebih tidak kelihatan.
Pasukan Jepang telah merebut sebagian dari Burma, memutuskan Jalan Burma yang digunakan oleh Sekutu untuk memasok Tentara Nasionalis Cina. Hal ini menyebabkan Sekutu harus menyusun suatu logistik udara berkelanjutan yang besar, yang lebih dikenal sebagai "flying the Hump". Divisi-divisi Cina yang dipimpin dan dilatih oleh AS, satu divisi Inggris, dan beberapa ribu tentara AS, membersihkan Burma utara dari pasukan Jepang sehingga Jalan Ledo dapat dibangun untuk menggantikan Jalan Burma. Lebih ke selatan, induk dari tentara Jepang di kawasan perang ini berperang sampai terhenti di perbatasan Burma-India oleh Tentara ke-14 Inggris yang dikenal sebagai "Forgotten Army", yang dipimpin oleh Mayor Jendral Wingate yang kemudian melancarkan serangan balik dan berhasil dengan taktik gerilyanya yang terkenal dan bahkan dijadikan acuan bagi Tentara dan Pejuang Indonesia pada tahun 1945-1949. Setelah merebut kembali seluruh Burma, serangan direncanakan ke semenanjung Malaya ketika perang berakhir.
1945: Iwo Jima, Okinawa, bom atom, penyerahan Jepang
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e0/Nagasakibomb.jpg/220px-Nagasakibomb.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Bom atom berjulukan Fat Man, menimbulkan cendawan asap di atas kota Nagasaki, Jepang.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f8/Instrument_of_surrender_Japan2.jpg/220px-Instrument_of_surrender_Japan2.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Surat penyerahan diri Jepang kepada Sekutu
Perebutan pulau-pulau seperti Iwo Jima dan Okinawa oleh pasukan AS menyebabkan Kepulauan Jepang berada dalam jangkauan serangan laut dan udara Sekutu. Diantara kota-kota lain, Tokyo dibom bakar oleh Sekutu, dimana dalam penyerangan awal sendiri ada 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota. Jumlah korban yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi penduduk yang padat di sekitar sentra produksi dan konstruksi kayu serta kertas pada rumah penduduk yang banyak terdapat di masa itu. Tanggal 6 Agustus 1945, bomber B-29 "Enola Gay" yang dipiloti oleh Kolonel Paul Tibbets, Jr. melepaskan satu bom atom Little Boy di Hiroshima, yang secara efektif menghancurkan kota tersebut.
Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni Soviet mendeklarasikan perang terhadap Jepang, seperti yang telah disetujui pada Konferensi Yalta, dan melancarkan serangan besar terhadap Manchuria yang diduduki Jepang (Operasi Badai Agustus). Tanggal 9 Agustus 1945,pesawat bomber jenis Boeing B-29 Superfortress "Bock's Car" yang dipiloti oleh Mayor Charles Sweeney melepaskan satu bom atom Fat Man di Nagasaki.
Kombinasi antara penggunaan bom atom dan keterlibatan baru Uni Soviet dalam perang merupakan faktor besar penyebab menyerahnya Jepang, walaupun sebenarnya Uni Soviet belum mengeluarkan deklarasi perang sampai tanggal 8 Agustus 1945, setelah bom atom pertama dilepaskan. Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945, menandatangani surat penyerahan pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal USS Missouri di teluk Tokyo.
Afrika dan Timur Tengah
1940  Mesir dan Somaliland
Pertempuran di Afrika Utara bermula pada 1940, ketika sejumlah kecil pasukan Inggris di Mesir memukul balik serangan pasukan Italia dari Libya yang bertujuan untuk merebut Mesir terutama Terusan Suez yang vital. Tentara Inggris, India, dan Australia melancarkan serangan balik dengan sandi Operasi Kompas (Operation Compass), yang terhenti pada 1941 ketika sebagian besar pasukan Persemakmuran (Commonwealth) dipindahkan ke Yunani untuk mempertahankannya dari serangan Jerman. Tetapi pasukan Jerman yang belakangan dikenal sebagai Korps Afrika di bawah pimpinan Erwin Rommel mendarat di Libya, melanjutkan serangan terhadap Mesir.
1941: Suriah, Lebanon, Korps Afrika merebut Tobruk
Pada Juni 1941 Angkatan Darat Australia dan pasukan Sekutu menginvasi Suriah dan Lebanon, merebut Damaskus pada 17 Juni. Di Irak, terjadi penggulingan kekuasaan atas pemerintah yang pro-Inggris oleh kelompok Rashid Ali yang pro-Nazi. Pemberontakan didukung oleh Mufti Besar Yerusalem, Haji Amin al-Husseini. Oleh karena merasa garis belakangnya terancam, Inggris mendatangkan bala bantuan dari India dan menduduki Irak. Pemerintahan pro-Inggris kembali berkuasa, sementara Rashid Ali dan Mufti Besar Yerusalem melarikan diri ke Iran. Namun kemudian Inggris dan Uni Soviet menduduki Iran serta menggulingkan shah Iran yang pro-Jerman. Kedua tokoh Arab yang pro-Nazi di atas kemudian melarikan diri ke Eropa melalui Turki, di mana mereka kemudian bekerja sama dengan Hitler untuk menyingkirkan orang Inggris dan orang Yahudi. Korps Afrika dibawah Rommel melangkah maju dengan cepat ke arah timur, merebut kota pelabuhan Tobruk. Pasukan Australia dan Inggris di kota tersebut berhasil bertahan hingga serangan Axis berhasil merebut kota tersebut dan memaksa Divisi Ke-8 (Eighth Army) mundur ke garis di El Alamein.



1942: Pertempuran El Alamein Pertama dan Kedua
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/de/Crusadertankandgermantank.jpg/220px-Crusadertankandgermantank.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Crusader tank Britania melewati Panzer IV Jerman yang terbakar di tengah gurun
Pertempuran El Alamein Pertama terjadi di antara 1 Juli dan 27 Juli 1942. Pasukan Jerman sudah maju ke yang titik pertahanan terakhir sebelum Alexandria dan Terusan Suez. Namun mereka telah kehabisan suplai, dan pertahanan Inggris dan Persemakmuran menghentikan arah mereka.
Pertempuran El Alamein Kedua terjadi di antara 23 Oktober dan 3 November 1942 sesudah Bernard Montgomery menggantikan Claude Auchinleck sebagai komandan Eighth Army. Rommel, panglima cemerlang Korps Afrika Tentara Jerman, yang dikenal sebagai "Rubah Gurun", absen pada pertempuran luar biasa ini, karena sedang berada dalam tahap penyembuhan dari sakit kuning di Eropa. Montgomery tahu Rommel absen. Pasukan Persemakmuran melancarkan serangan, dan meskipun mereka kehilangan lebih banyak tank daripada Jerman ketika memulai pertempuran, Montgomery memenangkan pertempuran ini.
Sekutu mempunyai keuntungan dengan dekatnya mereka ke suplai mereka selama pertempuran. Lagipula, Rommel hanya mendapat sedikit atau bahkan tak ada pertolongan kali ini dari Luftwaffe, yang sekarang lebih ditugaskan dengan membela angkasa udara Eropa Barat dan melawan Uni Soviet daripada menyediakan bantuan di Afrika Utara untuk Rommel. Setelah kekalahan Jerman di El Alamein, Rommel membuat penarikan strategis yang cemerlang ke Tunisia. Banyak sejarawan berpendapat bahwa berhasilnya Rommel pada penarikan strategis Korps Afrika dari Mesir lebih mengesankan daripada kemenangannya yang lebih awal, termasuk Tobruk, karena dia berhasil membuat seluruh pasukannya kembali utuh, melawan keunggulan udara Sekutu dan pasukan Persemakmuran yang sekarang diperkuat oleh pasukan AS.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/48/Torch-troops_hit_the_beaches.jpg/220px-Torch-troops_hit_the_beaches.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Pasukan Sekutu mendarat, dalam serangan bernama sandi Operasi Obor.
1942: Operasi Obor (Operation Torch), Afrika Utara Perancis
Untuk melengkapi kemenangan ini, pada 8 November 1942 dilancarkanlah Operasi Obor (Operation Torch) dibawah pimpinan Jendral Dwight Eisenhower. Tujuan utama operasi ini adalah merebut kontrol terhadap Maroko dan Aljazair melalui pendaratan simultan di Casablanca, Oran, dan Aljazair, yang dilanjutkan beberapa hari kemudian dengan pendaratan di Bône, gerbang menuju Tunisia.
Pasukan lokal di bawah Perancis Vichy sempat melakukan perlawanan terbatas, sebelum akhirnya bersedia bernegosiasi dan mengakhiri perlawanan mereka.
1943: Kalahnya Korps Afrika
Korps Afrika tidak mendapat suplai secara memadai akibat dari hilangnya pengapalan suplai oleh Angkatan Laut dan Angkatan Udara Sekutu, terutama Inggris, di Laut Tengah. Kekurangan persediaan ini dan tak adanya dukungan udara, memusnahkan kesempatan untuk melancarkan serangan besar bagi Jerman di Afrika. Pasukan Jerman dan Italia terjepit diantara pergerakan maju pasukan Sekutu di Aljazair dan Libia. Pasukan Jerman yang sedang mundur terus melakukan perlawanan sengit, dan Rommel mengalahkan pasukan AS pada Pertempuran Kasserine Pass sebelum menyelesaikan pergerakan mundur strategisnya menuju garis suplai Jerman. Dengan pasti, bergerak maju baik dari arah timur dan barat, pasukan Sekutu akhirnya mengalahkan Korps Afrika Jerman pada 13 Mei 1943 dan menawan 250.000 tentara Axis.
Setelah jatuh ke tangan Sekutu, Afrika Utara dijadikan batu loncatan untuk menyerang Sisilia pada 10 Juli 1943. Setelah merebut Sisilia, pasukan Sekutu melancarkan serangan ke Italia pada 3 September 1943. Italia menyerah pada 8 September 1943, tetapi pasukan Jerman terus bertahan melakukan perlawanan. Roma akhirnya dapat direbut pada 5 Juni 1944.
Eropa dan Rusia (Uni Soviet)
1939 Invasi Polandia, Invasi Finlandia
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/f/fd/Foto_Hitler_bewarna.jpg/200px-Foto_Hitler_bewarna.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Salah satu foto bewarna Perang Dunia II yang selamat dari 40 juta foto hitam putih lainnya. Tampak di tengah-tengah Adolf Hitler.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/72/Schleswig_Holstein_firing_Gdynia_13.09.1939.jpg/200px-Schleswig_Holstein_firing_Gdynia_13.09.1939.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Perang Dunia II mulai berkecamuk di Eropa dengan dimulainya serangan ke Polandia pada 1 September 1939 yang dilakukan oleh Hitler dengan gerak cepat yang dikenal dengan taktik Blitzkrieg, dengan memanfaatkan musim panas yang menyebabkan perbatasan sungai dan rawa-rawa di wilayah Polandia kering yang memudahkan gerak laju pasukan lapis baja Jerman serta mengerahkan ratusan pembom tukik yang terkenal Ju-87 Stuka. Polandia yang sebelumnya pernah menahan Uni Soviet di tahun 1920-an saat itu tidak memiliki kekuatan militer yang berarti. Kekurangan pasukan lapis baja, kekurang siapan pasukan garis belakang dan koordinasinya dan lemahnya Angkatan Udara Polandia menyebabkan Polandia sukar memberi perlawanan meskipun masih memiliki 100 pesawat tempur namun jumlah itu tidak berarti melawan Angkatan Udara Jerman "Luftwaffe". Perancis dan kerajaan Inggris menyatakan perang terhadap Jerman pada 3 September sebagai komitment mereka terhadap Polandia pada pakta pertahanan Maret 1939.
Setelah mengalami kehancuran disana sini oleh pasukan Nazi, tiba tiba Polandia dikejutkan oleh serangan Uni Soviet pada 17 September dari timur yang akhirnya bertemu dengan Pasukan Jerman dan mengadakan garis demarkasi sesuai persetujuan antara Menteri Luar Negeri keduanya, Ribentrop-Molotov. Akhirnya Polandia menyerah kepada Nazi Jerman setelah kota Warsawa dihancurkan, sementara sisa sisa pemimpin Polandia melarikan diri diantaranya ke Rumania. Sementara yang lain ditahan baik oleh Uni Soviet maupun Nazi. Tentara Polandia terakhir dikalahkan pada 6 Oktober.
Jatuhnya Polandia dan terlambatnya pasukan sekutu yang saat itu dimotori oleh Inggris dan Perancis yang saat itu dibawah komando Jenderal Gamelin dari Perancis membuat Sekutu akhirnya menyatakan perang terhadap Jerman. Namun juga menyebabkan jatuhnya kabinet Neville Chamberlain di Inggris yang digantikan oleh Winston Churchill. Ketika Hitler menyatakan perang terhadap Uni Soviet, Uni Soviet akhirnya membebaskan tawanan perang Polandia dan mempersenjatainya untuk melawan Jerman. Invasi ke Polandia ini juga mengawali praktek-praktek kejam Pasukan SS dibawah Heinrich Himmler terhadap orang orang Yahudi.
Perang Musim Dingin dimulai dengan invasi Finlandia oleh Uni Soviet, 30 November 1939. Pada awalnya Finlandia mampu menahan pasukan Uni Soviet meskipun pasukan Soviet memiliki jumlah besar serta dukungan dari armada udara dan lapis baja, karena Soviet banyak kehilangan jendral-jendral yang cakap akibat pembersihan yang dilakukan oleh Stalin pada saat memegang tampuk kekuasaan menggantikan Lenin. Finlandia memberikan perlawanan yang gigih yang dipimpin oleh Baron Carl Gustav von Mannerheim serta rakyat Finlandia yang tidak ingin dijajah. Bantuan senjata mengalir dari negara Barat terutama dari tetangganya Swedia yang memilih netral dalam peperangan itu. Pasukan Finlandia memanfaatkan musim dingin yang beku namun dapat bergerak lincah meskipun kekuatannya sedikit (kurang lebih 300.000 pasukan). Akhirnya Soviet mengerahkan serangan besar besaran dengan 3.000.000 tentara menyerbu Finlandia dan berhasil merebut kota-kota dan beberapa wilayah Finlandia. Sehingga memaksa Carl Gustav untuk mengadakan perjanjian perdamaian.
Ketika Hitler menyerang Rusia (Uni Soviet), Hitler juga memanfaatkan pejuang-pejuang Finlandia untuk melakukan serangan ke kota St. Petersburg
1940: Invasi Eropa Barat, Republik-republik Baltik, Yunani, Balkan
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Second_world_war_europe_animation_small.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Perang Dunia II di Eropa. Merah adalah Sekutu atau penguasaannya, Biru adalah Axis atau penguasaannya, dan Hijau adalah Uni Soviet sebelum bergabung dengan Sekutu tahun 1941.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/c/c4/Hitlermusso.jpg/250px-Hitlermusso.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Dengan tiba-tiba Jerman menyerang Denmark dan Norwegia pada 9 April 1940 melalui Operasi Weserübung, yang terlihat untuk mencegah serangan Sekutu melalui wilayah tersebut. Pasukan Inggris, Perancis, dan Polandia mendarat di Namsos, Andalsnes, dan Narvik untuk membantu Norwegia. Pada awal Juni, semua tentara Sekutu dievakuasi dan Norwegia-pun menyerah.
Operasi Fall Gelb, invasi Benelux dan Perancis, dilakukan oleh Jerman pada 10 Mei 1940, mengakhiri apa yang disebut dengan "Perang Pura-Pura" (Phony War) dan memulai Pertempuran Perancis. Pada tahap awal invasi, tentara Jerman menyerang Belgia, Belanda, dan Luxemburg untuk menghindari Garis Maginot dan berhasil memecah pasukan Sekutu dengan melaju sampai ke Selat Inggris. Negara-negara Benelux dengan cepat jatuh ke tangan Jerman, yang kemudian melanjutkan tahap berikutnya dengan menyerang Perancis. Pasukan Ekspedisi Inggris (British Expeditionary Force) yang terperangkap di utara kemudian dievakuasi melalui Dunkirk dengan Operasi Dinamo. Tentara Jerman tidak terbendung, melaju melewati Garis Maginot sampai ke arah pantai Atlantik, menyebabkan Perancis mendeklarasikan gencatan senjata pada 22 Juni dan terbentuklah pemerintahan boneka Vichy.
Pada Juni 1940, Uni Soviet memasuki Latvia, Lituania, dan Estonia serta menganeksasi Bessarabia dan Bukovina Utara dari Rumania.
Jerman bersiap untuk melancarkan serangan ke Inggris dan dimulailah apa yang disebut dengan Pertempuran Inggris atau Battle of Britain, perang udara antara AU Jerman Luftwaffe melawan AU Inggris Royal Air Force pada tahun 1940 memperebutkan kontrol atas angkasa Inggris. Jerman berhasil dikalahkan dan membatalkan Operasi Singa Laut atau Seelowe untuk menginvasi daratan Inggris. Hal itu dikarenakan perubahan strategi Luftwaffe dari menyerang landasan udara dan industri perang berubah menjadi serangan besar-besaran pesawat pembom ke London. Sebelumnya terjadi pemboman kota Berlin yang ddasarkan pembalasan atas ketidaksengajaan pesawat pembom Jerman yang menyerang London. Alhasil pilot peswat tempur Spitfire dan Huricane dapat beristirahat. Perang juga berkecamuk di laut, pada Pertempuran Atlantik kapal-kapal selam Jerman (U-Boat) berusaha untuk menenggelamkan kapal dagang yang membawa suplai kebutuhan ke Inggris dari Amerika Serikat.
Pada 27 September 1940, ditanda tanganilah pakta tripartit oleh Jerman, Italia, dan Jepang yang secara formal membentuk persekutuan dengan nama (Kekuatan Poros).
Italia menyerbu Yunani pada 28 Oktober 1940 melalui Albania, tetapi dapat ditahan oleh pasukan Yunani yang bahkan menyerang balik ke Albania. Hitler kemudian mengirim tentara untuk membantu Mussolini berperang melawan Yunani. Pertempuran juga meluas hingga wilayah yang dikenal sebagai wilayah bekas Yugoslavia. Pasukan NAZI mendapat dukungan dari sebagian Kroasia dan Bosnia, yang merupakan konflik laten di daerah itu sepeninggal Kerajaan Ottoman. Namun Pasukan Nazi mendapat perlawanan hebat dari kaum Nasionalis yang didominasi oleh Serbia dan beberapa etnis lainnya yang dipimpin oleh Josip Broz Tito. Pertempuran dengan kaum Nazi merupakan salah satu bibit pertempuran antar etnis di wilayah bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.
1941: Invasi Uni Soviet
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/96/Approaching_Omaha.jpg/288px-Approaching_Omaha.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Pasukan Amerika Serikat melakukan invasi di Pantai Omaha.
1945: Runtuhnya Kekuasaan Nazi Jerman
Pada akhir bulan april 1945, ibukota Jerman yaitu Berlin sudah dikepung oleh Uni Soviet dan pada tanggal 1 Mei 1945, Adolf Hitler bunuh diri dengan cara menembak kepalanya sendiri bersama dengan istrinya Eva Braun didalam bunkernya, sehari sebelumnya Adolf Hitler menikahi Eva Braun, dan setelah mati memerintah pengawalnya untuk membakar mayatnya. Setelah menyalami setiap anggotanya yang masih setia. Pada tanggal 2 Mei, Karl Dönitz diangkat menjadi pemimpin menggantikan Adolf Hitler dan menyatakan Berlin menyerah pada tanggal itu juga. Disusul Pasukan Jerman di Italia yang menyerah pada tanggal 2 juga. Pasukan Jerman di wilayah Jerman Utara, Denmark dan Belanda menyerah tanggal 4. Sisa pasukan Jerman dibawah pimpinan Alfred Jodl menyerah tanggal 7 mei di Rheims, Perancis. Tanggal 8 Mei, penduduk di negara-negara sekutu merayakan hari kemenangan, tetapi Uni Soviet merayakan hari kemenangan pada tanggal 9 Mei dengan tujuan politik.
Akibatperanghttp://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d1/World_War_II_Casualties.svg/500px-World_War_II_Casualties.svg.png

http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Jumlah korban meninggal dalam Perang Dunia II. Indonesia merupakan negara dengan jumlah korban keempat terbanyak, yang hampir semuanya adalah dari rakyat sipil
Latar Belakang Sejarah
Sesungguhnya ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah berdirinya IMM, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor intern adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.
Faktor intern sebetulnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu dorongan untuk mengembangkan ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti bersinggungan dan berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang majemuk. Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual, profesional, mahasiswa. dan sbagainya.
Interaksi dan persinggungan Muhammadiyah dengan mahasiswa untuk merealisasikan maksud dan tujuannya itu, cara dan strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhinya di kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan mengembangkan potensi mahasiswa. Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa tersebut lahir pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah.
Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah tersebut tidak bisa langsung terwujud, karena pada saat itu Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi sendiri. Untuk menjembataninya, maka para mahasiswa yang sepaham, atau mempunyai alam pikiran yang sama, dengan Muhammadiyah itu diwadahi dalam organisasi otonom yang telah ada seperti NA dan Pemuda Muhammadiyah, serta tidak sedikit pula yang berkecimpung di HMI. Pada tanggal 18 November 1955, Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan perguruan tinggi yang sejak lama telah dicetuskannya pada tahun 1936, yaitu dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang. Pada tahun 1958, fakultas serupa dibangun di Surakarta; kemudian di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah; dan Fakultas Ilmu Sosial di Jakarta, yang kemudian berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kendati demikian, cita-cita untuk membentuk organisasi bagi mahasiswa muhammadiyah tersebut belum bisa terbentuk juga pada waktu itu. Kendala utamanya karena Muhammadiyah—yang waktu itu masih menjadi anggota istimewa Masyumi—terikat Ikrar Abadi umat Islam yang dicetuskan pada tanggal 25 Desember 1949, yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam adalah HMI.
Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau perguruan tinggi Muhammadiyah berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno Muhdam dan yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda Muhammadiyah—waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M. Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum—mengusulkan kepada PP Muhammadiyah—yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi—untuk mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah—atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan kemudian disetujui oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi:
  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam;
  2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM;
  3. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amala adalah ilmiah;
  4. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa, banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Keadaan politik Indonesia sekitar awal sampai dengan pertengahan tahun '60-an, tulis Cosmas Batubara, sangat menarik. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa perkembangan dan kehidupan politik saat itu diwarnai oleh tiga pelaku politik yang amat dominan, yaitu: Diri pribadi Presiden soekarno; ABRI (terutama sekali angkatan Darat); dan PKI. Ketiga kekuatan politik tersebut sangat mewarnai dan mempengaruhi perilaku dan orientasi kehidupan berbangsa, dan bernegara di berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Di kalangan organisasi mahasiswa, orientasi dan perilaku politiknya juga terbagi ke dalam tiga kekuatan dominan tadi. Organisasi mahasiswa yang secara tajam mengikuti garis Presiden Soekarno adalah GMNI, dan yang sejalan dengan garis ABRI adalah HMI, PMKRI, dan SOMAL (Sekretariat Organisasi-Organisasi Mahasiswa Lokal). Sedangkan yang mengikuti dan mendukung garis PKI adalah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Di tengah kemelut dan pertentangan garis politik tersebut, pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa sampai dengan terjadinya G30S 1965 terlihat menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipasinya di era kemerdekaan RI. Pada waktu itu sejak Kongres Mahasiswa Indonesia di malang pada tanggal 8 Juni 1947, organisais-organisasi mahasiswa seperti HMI, PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia), PMKI (Persekutuan Mahasiswa Kristen Indonesia; yang pada tahun 1950 berubah menjadi GMKI [Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia]), PMJ (Persatuan Mahasiswa Jogjakarta), PMD (Persatuan Mahasiswa Djakarta), MMM (Masyarakat Mahasiswa Malang), PMKH (Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) berfusi ke dalam PPMI (Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang bersifat independen. Independensi PPMI sebagai penggalang kekuatan anti-imperialisme pada mulanya berjalan kompak. Tetapi setelah mengadakan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika (KMAA) di Bandung tahun 1957—yang menjadi prestasi puncak PPMI—masing-masing organisasinya kemudian memisahkan diri. Hal ini karena pada tahun 1958 PPMI menerima CGMI, selundupan PKI, yang kemudian melancarkan aksi intervensi untuk mempengaruhi organisasi mahasiswa lain agar keluar dari PPMI. Akhirnya , karena kuatnya pengaruh dan intervensi dari CGMI tersebut, maka masing-masing organisasi dalam PPMI memisahkan diri. Pada bulan oktober 1965, setelah PKI dilumpuhkan, PPMI akhirnya secara resmi membubarkan diri. Sasaran gerakan CGMI sebetulnya ingin mendominasi gerakan mahasiswa dan kehidupan kampus serta ingin menyingkirkan organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti HMI.
Sesungguhnya sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964 sampai 1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfusi di dalamnya bersikap sok revolusioner. Pada akhirnya HMI juga tidak ketinggalan untuk menjadi bagian dari kekuatan revolusioner. Menurut Deliar Noer, waktu itu HMI dengan keras turut menyanyikan senandung Demokrasi Terpimpin. Slogan-slogan Soekarno mulai dikumandangkan seperti "Nasakom jiwaku", "revolusioner", dan "ganyang Malaysia". Bahkan pada tahun 1964 HMI memecat beberapa anggota penasihatnya yang telah alumni karena tidak sesuai dengan revolusi. HMI juga mengecam keras Kasman Singodimedjo yang sedang menghadapi pengadilan di Bogor dan menuntut dihukum sekeras-kerasnya bila bersalah.
Kendati HMI telah berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari kekuatan revolusioner, namun tetap saja HMI menjadi sasaran CGMI dan/atau PKI untuk dibubarkan. Pada saat saat HMI terdesak itulah Ikatan mahasiswa Muhammadiyah lahir pada tanggal 14 maret 1964 (29 Syawal 1384 H). Itulah sebabnya muncul persepsi yang keliru bahwa IMM dibentuk adalah sebagai persiapan untuk menampung aggota-anggota HMI kalau terjadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini dikaitkan dengan dekatnya hubungan HMI dengan Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui bahwa HMI pada mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang Muhammadiyah, maka kalau HMI dibubarkan Muhammadiyah harus menyediakan wadah lain.
Persepsi tersebut adalah keliru, karena kelahiran IMM salah satu faktor historisnya adalah justru untuk membantu dan mempertahankan eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang ingin membubarkannya. Sebab, kalau kelahiran IMM diperuntukkan untuk mengganti HMI jika dibubarkan, maka IMM tidak perlu repot-repot terlibat dalam beraksi menentang PKI yang mau membubarkan HMI. Di antara praduga mengapa kehadiran IMM dalam sejarah gerakan mahasiswa dipersoalkan adalah karena sangat dekatnya kelahiran IMM—kendati ide dasarnya sudah ada sejak tahun 1936—dengan peristiwa G 30 S/PKI. Sehingga muncul pertanyaan (yang menggugat), mengapa IMM yang baru lahir sudah langsung terlibat dalam peristiwa nasional dan sejarah besar dalam pergulatan bangsa melawan dan menghancurkan PKI. Pada tahun 1965, IMM juga ikut bergabung dalam wadah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), dan Slamet Sukirnanto, salah seorang tokoh DPP IMM, pada saat dibentuknya KAMI menjadi salah satu Ketua Presidium Pusat KAMI. IMM sendiri pada masa-masa awal berdiriya tidak luput dari ancaman dan teror PKI. Reaksi jahat dari PKI terhadap kelahiran IMM tersebut tidak saja tejadi di pusat, tetapi juga di daerah-daerah. Untuk menyelamatkan eksistensi IMM yang baru berdiri itu, maka dalam kesempatan audiensi dan silaturahmi dengan Presiden Soekarno di Istana Negara Jakarta pada tanggal 14 Februari 1965 DPP IMM meminta restunya. "Saja beri restu kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadijah", demikian pernyataan yang ditandatangai oleh Presiden Soekarno. Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern Muhammadiyah, maka tokoh-tokoh PP Pemuda Muhammadiyah yang sebelumnya bergabung dengan HMI kembali, sekaligus untuk membina dan mengembangkan IMM. Dalam hal ini juga muncul klaim dan persepsi yang keliru, bahwa IMM dilahirkan oleh HMI. Tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah khususnya yang terlibat menghembangkan HMI, karena waktu itu IMM belum ada. Sementara keterlibatan mereka di HMI adalah untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah. Buktinya setelah sekian lama ada di HMI, ternyata HMI yang sudah dimasuki oleh mahasiswa dari berbagai kalangan ormas keislaman itu pada akhirnya berbeda dengan orientasi Muhammadiyah. Oleh karena itu adalah wajar jika pada akhirnya mereka kembali ke Muhammadiyah sekaligus untuk turut mengembangkan IMM. Hal ini seperti yang terjadi di Yogyakarta, Jakarta, Riau, Padang, Ujungpandang dan lain lain. Juga perlu dicatat bahwa para tokoh PP Pemuda Muhammadiyah dan NA yang terlibat dalam mengusahakan terbentunya IMM sejak awal sampai berdirinya adalah mereka yang betul-betul tidak pernah terlibat dalam HMI. Berdirinya IMM berdasarkan perjalanan sejarahnya tersebut adalah karena tuntutan dan keharusan sejarah (historical nessecity) dalam kontek kehidupan umat, bangsa, dan negara serta dinamika gerakan mahasiswa di Indonesia. Adapun maksud berdirinya IMM adalah: 1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa; 2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam; 3. Sebagai upaya untuk menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah; 4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna cita-cita pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah; 5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, umat, dan persyarikatan.
Dinamika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Seperti halnya organisasi-organisasi lain, dalam karier sejarahnya IMM mengalami dinamika gerakan yang naik turun dan pasang surut. Selama lebih dari tiga setengah dasawarsa ini, IMM telah mengalami empat periode gerakan. Pertama, periode pergolakan dan pemantapan (1964-1971). Kedua, periode pengembangan (1971-1975). Ketiga, periode tantangan (1975-1985). Keempat, periode kebangkitan (1985-?).
Dalam periode pergolakan dan pemantapan ini, IMM yang masih sangat muda harus berhadapan dengan situasi dan kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya di tengah kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama yang sangat rawan dan kritis. IMM pada saat itu langsung berhadapan dengan kebijakan Manipol Usdek Bung Karno, Nasakom, dan ancaman PKI. Dalam periode ini kegiatan-kegiatan IMM lebih banyak diarahkan kepada pembinaan personil, penguatan organisasi, pembentukan dan pengembangan IMM di kota-kota maupun perguruan tinggi. Dalam periode ini pula pola gerakan, prinsip perjuangan dan perangkat organisasi IMM berhasil ditetapkan.
Dalam periode ini telah terselenggara tiga kali Musyawarah Nasional (Muktamar) dan empat kali Konferensi Nasional (Tanwir) serta terbentuk lima kali formasi kepemimpinan IMM. Selama periode ini Mohammad Djazman Al-Kindi terus menjadi Ketua Umum DPP IMM. Kepemimpinan pertama (DPP Sementara) pra-Munas berlangsung dari tahun 1964-1965, dengan Ketuanya Mohammad Djazman Al-Kindi. Kepemimpinan kedua (1965-1967) adalah hasil Munas I di Surakarta (1-5 Mei 1965). Ketua Umum: Mohammad Djazman Al-Kindi; dan Sekretaris Jendral: A. Rosyad Sholeh. Kepemimpinan ketiga hasil reshuffle pada pertengahan 1966, Ketua Umumnya tetap; dan Soedibjo Markoes menjadi Pejabat Sekjen. Kepemimpinan keempat (1967-1969) hasil Munas II di Banjarmasin (26-30 November 1967), Ketua Umum tetap; dan Sekjennya adalah Syamsu Udaya Nurdin. Kepemimpinan kelima hasil reshuffle pada Konfernas di Magelang (1-4 Juli 1970), Ketua Umum-nya masih tetap; sedangkan yang menjadi Sekjen adalah Bahransyah Usman.
Selain Djazman, tokoh-tokoh awal IMM lainnya yang terkenal di antaranya seperti: A. Rosyad Sholeh, Soedibjo Markoes, Mohammad Arief, Sutrisno Muhdam, Zulkabir, Syamsu Udaya Nurdin, Nurwijoyo Sarjono, Basri Tambun, Fathurrahman, Soemarwan, Ali Kyai Demak, Sudar, M. Husni Thamrin, M. Susanto, Siti Ramlah, Deddy Abu Bakar, Slamet Sukirnanto, M. Amien Rais, Yahya Muhaimin, Abuseri Dimyati, Marzuki Usman, Abdul Hadi W.M. Machnun Husein, dll.
Peran dan kehendak IMM untuk meneguhkan dan memantapkan eksistensinya secara signifikan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara serta untuk kepentingan ummat dan Muhammadiyah selama periode ini tampak menonjol, baik melalui pernyataan deklarasi-deklarasinya—seperti Deklarasi Kota Barat 1965 dan Deklarasi Garut 1967—maupun dengan aktivitas kegiatan dan artikulasi gerakannya. Mulai tahun 1971-1975 disebut sebagai periode pengembangan, karena masalah-masalah yang menyangkut konsolidasi pimpinan dan organisasi tidak terlalu banyak dipersoalkan. Orientasi kegiatan dan dinamika gerakan IMM sudah mulai banyak diarahkan pada pengembangan organisasi seperti melalui program-program sosial, ekonomi, dan pendidikan. Dinamika gerakan IMM ini semakin memperteguh concern IMM terhadap masalah-masalah kehidupan mahasiswa, umat, dan bangsa di tengah gejolak sosial dan modernisasi pembangunan. Hal ini misalnya seperti yang dinyatakan dalam Deklarasi Baiturrahman 1975, maupun dalam hasil rumusan pemikiran dari Munas dan Konferensi IMM. Dalam periode ini hanya terjadi satu kali suksesi kepemimpinan di tingkat DPP IMM. Munas III di Yogyakarta (14-19 Maret 1971) menghasilkan A. Rosyad Sholeh sebagai Ketua Umum; dan Machnun Husein sebagai Sekjen. Kemudian Konfernas V di Padang memutuskan penambahan personalia staf DPP IMM, yaitu: Alfian Darmawan, Abbas Sani, Maksum Saidrum, Ajeng Kartini, Dahlan Rais, Ahmad Syaichu, dan Arief Hasbu.
Dalam periode ini pula terjadi peristiwa penting yang mewarnai keberadaan IMM, yaitu dalam hal pembentukan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974). Waktu itu IMM tidak diakui sebagai salah satu pencetus kelahiran KNPI (23 Juli 1973), karena tidak ikut menandatangani Deklarasi Pemuda Indonesia sebagai landasan berdirinya KNPI. Sementara, pembuat dan perumus Deklarasi Pemuda Indonesia itu adalah Slamet Sukirnanto, salah seorang anggota DPP IMM, yang waktu itu tidak bersedia menandatangani deklarasi tersebut atas nama IMM. Ketidakikut sertaan Slamet Sukirnanto menandatangani deklarasi tersebut, dikarenakan pembentukan wadah generasi muda itu semula adalah secara perorangan dan sekedar sebagai wadah komunikasi antara generasi muda serta keanggotaannya bersifat pribadi. Namun ternyata pada saat penandatanganan harus mengatasnamakan organisasi. Dalam hal inilah letak persoalannya. Secara organisatoris, Slamet Sukirnanto menolak menandatangani deklarasi itu, tetapi secara pribadi ia bersedia. Ketika terjadi peristiwa Malari—yang berakibat pada tindakan represif terhadap gerakan mahasiswa--, maka pada tanggal 16 Januari 1974 IMM mengirim surat kepada Presiden Soeharto untuk mengadakan referendum dalam upaya mencari kebenaran obyektif mengenai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya ini diharapkan dapat tetap menjaga keutuhan persatuan serta kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar jangan sampai menjadi korban para pemegang policy. Dalam menghadapi aksi Malari tersebut, IMM berharap agar pemerintah tidak memadamkan aspirasi dan idealisme mahasiswa.
Di antara ide dan gagasan pemikiran IMM pada periode ini adalah mengenai pendidikan. Dalam hal ini IMM menyadari bahwa pendidikan adalah suatu usaha "human investmen" yang penting untuk melukis dan mewarnai masa depan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting untuk menumbuhkan dan membina mental attitude bangsa. Kemudian mengenai masalah organisasi mahasiswa, IMM berpendapat bahwa keberadaannya harus berfungsi sebagai organisasi kader dan sekaligus dakwah. Karena itu organisasi mahasiswa harus menganut asas potensi, partisipasi, keluwesan, dan kesederhanaan.
Sedangkan dalam hal generasi muda, IMM berpendangan bahwa pembinaannya harus senantiasa dikaitkan dengan strategi pembangunan nasional yang berjangka panjang. Untuk itu perlu adanya pembauran antara konsep generasi muda sebagai pelanjut dengan konsep generasi muda sebagai pembaharu. Demikian pula halnya dengan perpaduan antara pengertian kader dan pioner.
Setelah melewati periode pergolakan dan pemantapan serta pengembangan, pada tahun 1975-1985 IMM berada dalam periode tantangan. Dalam periode ini Muktamar IV IMM di Semarang (21-25 Desember 1975), menghasilkan Zulkabir sebagai Ketua Umum; dan M. Alfian Darmawan sebagai Sekjen. Dalam periode ini IMM sebetulnya tidak menghadapi konflik atau tantangan yang berarti, yang menyebabkan organisasi ini mengalami stagnasi. Namun persoalannya terletak pada terjadinya kevakuman kepemimpinan di tingkat nasional (DPP IMM) selama lebih kurang satu dasawarsa. Selama periode ini di tingkat DPP tidak terjadi suksesi dan regenerasi kepemimpinan, atau dengan kata lain tidak terselenggara musyawarah nasional atau muktamar, yang seharusnya berlangsung pada tahun 1978.
Kevakuman dan terjadinya kemandegan IMM di DPP ini menimbulkan keprihatinan dan keheranan bagi banyak pihak, khususnya di kalangan Muhammadiyah dan ortomnya. Pada tahun 1983, H.S. Prodjokusumo misalnya menanggapi masalah ini dalam tulisannya IMM Bangkitlah. Kemudian dengan nada menyindir dan dalam gaya personifikasi—tanpa bisa menutupi kekecewaannya tehadap IMM—Umar Hasyim menulis: "Merenungi sejarahmu, kita jadi heran, ketika sejak Muktamar ke-4 tahun 1975 itu anda dengan lelapnya tidur nyenyak selama sepuluh tahun, karena pada bulan April 1986 engkau baru berhasil bermuktamar dan memilih kepengurusan DPP lagi. Sungguh luar biasa sekali, suasana dunia dimana anda berada ini demikian gegap gempitanya, tetapi anda bisa lelap tidur." Namun demikian, kendati di tingkat DPP terjadi kevakuman, justru di bawahnya IMM tetap eksis dan bergerak. Aktivitas kegiatan, program kerja, dan kaderisasi di tingkat bawah itu terus berjalan. Kevakuman DPP IMM tidak mempengaruhi aktivitas IMM di Daerah, Cabang, dan Komisariat. Identitas IMM ternyata begitu kuat melekat pada jiwa para pimpinan dan kader IMM di bawah. Di level bawah IMM masih tetap tumbuh subur. Meski berada dalam periode tantangan, IMM masih tetap berusaha untuk melahirkan ide dan gagasan pemikirannya. Di antara ide dan gagasannya itu adalah mengenai perlunya Menteri Negara Urusan Pemuda. Ide dan gagasan pemikiran tersebut berangkat dari latar belakang kemahasiswaan dan kepemudaan yang tidak mempunyai saluran yang semestinya. Untuk itulah IMM mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk mengnagkat seorang Menteri Negara Urusan Pemuda yang menyelenggarakan dan membina komunikasi dengan seluruh eksponen generasi muda. Kemudian, ketika terjadi Keputusan 15 November 1978 (KNOP 15), IMM mengusulkan perlunya pengendalian dan pengarahan konsumsi masyarakat. Hal ini mengingat telah terjadinya bentuk konsumsi yang non-esensial dan tidak produktif. Di samping itu, perlunya perlindungan dan pembinaan industri kecil agar dapat bersaing dengan industri besar, oleh IMM dikemukakan kepada pemerintah. Demikian pula halnya dengan pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja perlu diperhatikan oleh pemerintah. Setelah mengalami kevakuman dan kemandegan selama satu dasawarsa itu, maka pada tahun 1985 IMM mulai memasuki periode kebangkitan. Periode ini dimulai dengan adanya SK PP Muhammadiyah No. 10/PP/1985 tertanggal 31 Agustus 1985 tentang pembentukan DPP (Sementara) IMM. DPP(S) ini terdiri dari:
  • Ketua : Immawan Wahyudi (DIY)
  • Ketua I : Drs. Anwar Abbas (DKI)
  • Ketua II : Drs. M. Din Syamsuddin (DKI)
  • Ketua III : Farid Fathoni AF (Surakarta)
  • Sekretaris I : Mukhlis Ahasan Uji (DIY)
  • Sekretaris II : Nizam Burhanuddin (DKI)
  • Sekretarus III: Agus Syamsuddin (DIY)
  • Bendahara I : St. Daulah Khoiriati (DIY)
  • Bendahara II : Asmuyeni Muchtar (DKI)
Setelah dilantik pada tanggal 1 september 1985, DPP(S) IMM mulai menata organisasi dan menjalankan aktivitasnya. Pada tanggal 7-10 desember 1985 DPP(S) berhasil mengadakan Tanwir ke-7 IMM di Surakarta. Tanwir yang bertemakan "Bangkit dan Tegaskan Identitas Ikatan" ini pada akhirnya mampu membangkitkan IMM dari tidurnya yang panjang. Hingga kemudian pada tanggal 14-18 april 1986 DPP(S) berhasil menyelenggarakan Muktamar ke-5 IMM di Padang, Sumatra Barat. Selain pada akhirnya berhasil menyusun kepengurusan DPP IMM yang baru periode 1986-1989 (Ketua Umum: Nizam Burhanuddin; dan Sekjen: M. Arifin Nawawi), Muktamar V itu juga mampu merumuskan konsep pengembangan wawasan bangsa dan umat kaitannya dengan identitas Ikatan, penyusunan ulang sistem perkaderan, pengembangan organisasi dan pembahasan program kerja. Dalam Muktamar V itu IMM juga bisa menghasilkan Deklarasi Padang, yang mengartikulasikan visi dan keberpihakan IMM terhadap masalah-masalah dunia internasional, umat Islam di Indonesia, Muhammadiyah, IMM sendiri, serta pembinaan generasi muda dan mahasiswa. Dalam periode kebangkitan ini IMM tidak lepas dari halangan dan tantangan. Artikulasi gerakan IMM pun mengalami dinamika dan fluktuasi. Dalam periode kebangkitan (sampai sekarang) ini IMM telah mengalami beberapa kali Muktamar dan Tanwir, yang berperan untuk menpertahankan eksistensi IMM dan menyinambungkan regenerasi kepemimpinannya.
Muktamar VI di Ujungpandang (7-12 Juli 1989) menghasilkan DPP IMM (periode 1989-1992), dengan M. Agus Samsudin sebagai Ketua Umum; dan Fauzan sebagai Sekjen. Kemudian Tanwir VIII di Medan (24-28 April 1991), memutuskan Abdul Al Hasyir sebagai Sekjen, menggantikan Fauzan. Pada tanggal 25-31 Desember 1992 IMM berhasil menyelenggarakan Muktamar VII di Purwokerto, yang menghasilkan Tatang Sutahyar W sebagai Ketua Umum; dan Syahril Syah sebagai Sekjen untuk periode 1993-1995. Selanjutnya, pada Tanwir IX di Palembang (7-11 Juli 1994) terjadi pergantian Ketua Umum dari Tatang Sutahyar oleh Syahril Syah sebagai Pj. Ketua Umum, dan Armyn Gultom sebagai Sekjen. Selanjutnya, pada tanggal 25-31 Maret 1995 IMM kembali mengadakan Muktamar VIII di Kendari yang berhasil memilih Syahril Syah sebagai Ketua Umum dan Abd. Rohim Ghazali sebagai Sekjen untuk periode 1995-1997. Kemudian pada tanggal 22 Februari-2 Maret 1997, IMM kembali mengadakan Muktamar IX di Medan yang menghasilkan Irwan Badillah sebagai Ketua Umum dan M. Irfan Islami Dj. sebagai Sekjen untuk periode 1997-2000. Sampai sekarang IMM memiliki 26 DPD dan 115 PC, serta anggota sebanyak kurang lebih 567.000 orang. Anggota IMM tersebut tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta serta perguruan tinggi Muhammadiyah khususnya. Artikulasi gerakan IMM tidak terbatas dalam aktivitas dan pelaksanaan program-program kerja yang rutin belaka, tetapi juga aktif dalam menyikapi dan merespons persoalan-persoalan sosial-politik dan kemanusiaan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun global. Kepedulian dan keberpihakan IMM seperti ini, karena IMM tidak ingin teralienasi oleh dinamika zaman dan terbawa arus secara pasif oleh perubahan sosial yang terus bergulir. Begitu pula ketika terjadi aksi-aksi gerakan reformasi yang banyak dilakukan kalangan mahasiswa dan kaum intelektual pada tahun 1997, IMM tidak ketinggalan melibatkan diri dan aktif bergerak di dalamnya. Baik di tingkat pusat maupun daerah, bersama eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya IMM bergerak untuk mendukung dan menyukseskan aksi gerakan reformasi yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Di Yogyakarta misalnya IMM bergabung dalam Komnas AMM bersama organisasi otonom lainnya dalam mengartikulasikan gerakan dan tuntutan reformasi. Selain itu di beberapa Komisariat dan Korkom, IMM juga banyak mengadakan aksi dan gerakan serupa. Begitu pula dengan IMM di daerah-daerah lainnya, seperti di Jakarta yang menamakan gerakannya dengan FAKSI IMM (Front Aksi untuk Reformasi). Di Surabaya dan Ujungpandang IMM ada dalam GEMPAR (Gerakan Mahasiswa Pro Amien Rais) dsb. Selain itu, ketika akan berlangsung jajak pendapat penentuan status Timor-Timur pada tanggal 30 Agustus 1999, IMM juga berpartisipasi aktif dalam pemantauannya. Pada waktu akan, selama, dan sesudah berlangsung jajak pendapat tersebut IMM telah mengirimkan Immawan Wachid Ridwan (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP IMM) ke Timor-Timur untuk melakukan pemantauan bersama LSM dan OKP lainnya.
Susunan dan Struktur Organisasi Seperti Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, secara vertikal IMM memiliki susunan organisasi mulai dari tingkat pusat sampai komisariat. Lengkapnya: Komisariat, Cabang, Daerah, dan Pusat. Kepemimpinannya disebut Pmpinan Komisariat (PK), Pimpinan Cabang (PC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Komisariat ialah kesatuan anggota dalam suatu fakultas/akademi atau tempat tertentu. Cabang ialah kesatuan komisariat-komisariat dalam suatu Daerah Tingkat II atau daerah tertentu. Daerah ialah kesatuan cabang-cabang dalam suatu Propinsi/Daerah Tingkat I. Pusat ialah kesatuan daerah-daerah dalam Negara Republik Indonesia. Sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, maka masing-masing level dari susunan organisasi tersebut mempunyai hubungan keorganisasian yang horizontal dengan Pimpinan Muhammadiyah. DPP IMM dengan PP Muhammadiyah; DPD IMM dengan PW Muhammadiyah; PC IMM dengan PD Muhammadiyah; dan PK IMM dengan PC/PR Muhammadiyah.
Adapun struktur organisasi IMM, berdasarkan hasil Muktamar IX di Medan adalah sebagai berikut. Mulai dari tingkat DPP sampai PK terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal—khusus untuk DPP, sedang untuk DPD sampai PK: Sekretaris Umum--, Bendahara Umum (bersama dua wakilnya); ditambah dengan beberapa Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang (Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah. Sosial Ekonomi, dan Immawati). Struktur organisasi ini dibantu oleh sebuah biro, beberapa lembaga studi, dan dua korps (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Iternasional [hanya ada di DPP]; Lembaga Studi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi; Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Kader; Lembaga Pengembangan Ilmu Agama dan Sosial Budaya; Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Penerapan Teknologi; Lembaga Pers IMM [hanya ada di tingkat DPP dan DPD]; Lembaga Pengkajian Strategi dan Kebijakan; Lembaga Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan Hidup; Lembaga Studi dan Pengembangan Ekonomi Ummat [istilah lembaga hanya untuk DPP dan DPD, sedang di PC menggunakan istilah departemen; Korps Instruktur [hanya ada di tingkat DPP sampai PC dan Korps Immawati). Kemudian di tingkat PK, departemen yang ada adalah: Departemen Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah, dan Sosial Ekonomi.
BY : SAPARUDDIN 220700299
PRODI SEJARAH
STKIP-PGRI PONTIANAK









Tidak ada komentar:

Posting Komentar