Perang
Dunia II
Tangal
|
|||||||||||||
Lokasi
|
|||||||||||||
Hasil
|
Kemenangan
sekutu, munculnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya,
terbentuknya blok-blok yang menjurus ke Perang Dingin, mulai lepasnya
negara-negara jajahan Eropa.
Pihak
yang terlibat
Perang Dunia II
Perang Dunia Kedua (biasa disingkat PD II) adalah konflik militer global yang terjadi
pada 1 September 1939
sampai 2 September 1945 yang
melibatkan sebagian besar negara di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan
besar yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terbesar
sepanjang sejarah dengan lebih dari 100 juta personil. Dalam keadaan
"perang total," pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang
ekonomi, industri, dan kemampuan ilmiah untuk melayani usaha perang, menghapus
perbedaan antara sipil dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta
orang, mayoritas warga sipil, tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II
sebagai konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.
Umumnya dapat dikatakan bahwa peperangan
dimulai saat Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September
1939, dan berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Secara resmi PD II berakhir
ketika Jepang menandatangani dokumen Japanese Instrument of Surrender di
atas kapal USS Missouri pada
tanggal 2 September 1945, 6 tahun setelah perang dimulai.
Perang Dunia II berkecamuk di tiga benua tua;
yaitu Afrika, Asia dan Eropa.
Berikut adalah data pertempuran-pertempuran dan peristiwa penting di setiap
benua.
Asia dan Pasifik
1937: Perang Sino-Jepang
Konflik perang mulai di Asia beberapa tahun
sesudah pertikaian di Eropa. Jepang telah menginvasi Cina pada
tahun 1931, jauh sebelum Perang Dunia II dimulai di
Eropa. Pada 1 Maret, Jepang menunjuk Henry Pu Yi menjadi kaisar di Manchukuo, negara boneka bentukan
Jepang di Manchuria.
Pada 1937, perang dimulai ketika Jepang mengambil
alih Manchuria.
Roosevelt menandatangani sebuah perintah eksekutif yang tidak diterbitkan
(rahasia) pada Mei 1940 yang mengijinkan personel militer AS
untuk mundur dari tugas sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam operasi
terselubung di Cina sebagai "American Volunteer Group" (AVG)
(juga dikenal sebagai Harimau Terbang Chennault).
Selama tujuh bulan, kelompok Harimau Terbang berhasil menghancurkan sekitar
600 pesawat Jepang, menenggelamkan sejumlah kapal Jepang, dan menghentikan
invasi Jepang terhadap Burma. Dengan adanya tindakan Amerika Serikat dan
negara lainnya yang memotong ekspor ke Jepang, maka Jepang merencanakan serangan
terhadap Pearl Harbor pada 7 Desember 1941
tanpa peringatan deklarasi perang; sehingga mengakibatkan kerusakan parah
pada Armada
Pasifik Amerika. Hari berikutnya, pasukan Jepang tiba di Hong Kong, yang kemudian menyebabkan menyerahnya
pasukan Inggris pada Hari Natal di bulan itu.
1940: Jajahan Perancis Vichy
Pada 1940,
Jepang menduduki Indocina Perancis (kini Vietnam) sesuai persetujuan dengan Pemerintahan
Vichy meskipun secara lokal terdapat kekuatan Pembebasan
Perancis (Forces Françaises Libres/FFL),
dan bergabung dengan kekuatan Poros Jerman serta Italia. Aksi ini menguatkan konflik Jepang
dengan Amerika Serikat dan Britania Raya yang bereaksi dengan memboikot kiriman minyak terhadap Jepang.
1941: Pearl Harbor, A.S. turut serta dalam
perang, invasi Jepang di Asia Tenggara
Pada 7 Desember 1941,
pesawat Jepang dikomandoi oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo melaksanakan serangan udara
kejutan terhadap Pearl Harbor,
pangkalan angkatan laut AS terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang menghadapi
perlawanan kecil dan menghancurkan pelabuhan tersebut. AS dengan segera
mengumumkan perang terhadap Jepang.
Bersamaan dengan serangan terhadap Pearl
Harbor, Jepang juga menyerang pangkalan udara AS di Filipina. Setelah serangan ini,
Jepang menginvasi Filipina dan koloni-koloni Inggris di Hong Kong, Malaya, Borneo dan Birma
dengan maksud selanjutnya menguasai ladang minyak Hindia Belanda. Seluruh wilayah ini dan
daerah yang lebih luas lagi, jatuh ke tangan Jepang dalam waktu beberapa
bulan saja. Markas Britania Raya di Singapura juga dikuasai,
yang dianggap oleh Churchill
sebagai salah satu kekalahan dan sejarah yang paling memalukan bagi Britania.
1942: Invasi Hindia-Belanda
Penyerbuan ke Hindia Belanda diawali dengan serangan Jepang ke Labuan, Brunei, Singapura, Semenanjung Malaya, Palembang, Tarakan dan Balikpapan yang merupakan daerah-daerah
sumber minyak. Jepang sengaja mengambil taktik
tersebut sebagai taktik gurita yang bertujuan mengisolasi kekuatan
Hindia Belanda dan Sekutunya yang tergabung dalam front ABDA (America (Amerika Serikat), British (Inggris), Dutch (Belanda), Australia) yang berkedudukan di Bandung. Serangan-serangan itu mengakibatkan
kehancuran pada armada laut ABDA khususnya Australia dan Belanda.
Sejak peristiwa ini, Sekutu akhirnya
memindahkan basis pertahanannya ke Australia meskipun demikian Sekutu masih
mempertahankan beberapa kekuatannya di Hindia Belanda agar tidak membuat
Hindia Belanda merasa ditinggalkan dalam pertempuran ini.
Jepang mengadakan serangan laut besar-besaran
ke Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942 dimana
terjadi Pertempuran Laut Jawa
antara armada laut Jepang melawan armada gabungan yang dipimpin oleh
Laksamana Karel Doorman.
Armada Gabungan sekutu kalah dan Karel Doorman gugur.
Jepang menyerbu Batavia (Jakarta) yang akhirnya dinyatakan sebagai kota
terbuka, kemudian terus menembus Subang dan berhasil menembus garis pertahanan Lembang-Ciater, kota Bandung yang menjadi pusat
pertahanan Sekutu-Hindia Belanda terancam. Sementara di front Jawa Timur,
tentara Jepang berhasil menyerang Surabaya sehingga kekuatan Belanda
ditarik sampai garis pertahanan Porong.
Terancamnya kota Bandung yang menjadi pusat
pertahanan dan pengungsian membuat panglima Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten
mengambil inisiatif mengadakan perdamaian. Kemudian diadakannya perundingan
antara Tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Hitoshi Imamura dengan pihak Belanda yang
diwakili Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral jhr
A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Pada Awalnya Belanda
bermaksud menyerahkan kota Bandung namun tidak mengadakan kapitulasi atau
penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Pihak Jepang. Pada saat itu posisi
Panglima tertinggi angkatan perang Hindia Belanda tidak lagi berada pada
Gubernur Jendral namun diserahkan kepada Ter Poorten sehingga dilain waktu
Belanda menganggap bahwa kedudukan di Hindia Belanda masih tetap sah
dilanjutkan. Namun setelah Jepang mengancam akan mengebom kota Bandung
akhirnya Jendral Ter Poorten setuju untuk menyerah tanpa syarat kepada
Jepang.
1942: Laut Coral, Port Moresby, Midway,
Guadalcanal
Pada Mei 1942,
serangan laut terhadap Port Moresby, Papua Nugini digagalkan oleh pasukan
Sekutu dalam Perang
Laut Coral. Kalau saja penguasaan Port Moresby berhasil,
Angkatan Laut Jepang dapat juga menyerang Australia. Ini merupakan perlawanan
pertama yang berhasil terhadap rencana Jepang dan pertarungan laut pertama
yang hanya menggunakan kapal induk. Sebulan kemudian invasi Atol Midway
dapat dicegah dengan terpecahnya pesan rahasia Jepang, menyebabkan pemimpin
Angkatan Laut AS mengetahui target berikut Jepang yaitu Atol Midway. Pertempuran ini menyebabkan
Jepang kehilangan empat kapal induk yang industri Jepang tidak
dapat menggantikannya, sementara Angkatan Laut AS kehilangan satu kapal induk. Kemenangan besar buat AS
ini menyebabkan Angkatan Laut Jepang kini dalam posisi bertahan.
Pendaratan
AS di Pasifik, Agustus 1942-Agustus 1945
Namun, dalam bulan Juli penyerangan darat
terhadap Port Moresby dijalankan melalui Track Kokoda yang
kasar. Di sini pasukan Jepang bertemu dengan pasukan cadangan Australia,
banyak dari mereka masih muda dan tak terlatih, menjalankan aksi perang
dengan keras kepala menjaga garis belakang sampai tibanya pasukan reguler
Australia dari aksi di Afrika Utara, Yunani dan Timur Tengah.
Para pemimpin Sekutu telah setuju mengalahkan Nazi Jerman adalah prioritas utama
masuknya Amerika ke dalam perang. Namun pasukan AS dan Australia mulai
menyerang wilayah yang telah jatuh, mulai dari Pulau
Guadalcanal, melawan tentara Jepang yang getir dan
bertahan kukuh. Pada 7 Agustus 1942
pulau tersebut diserang oleh Amerika Serikat. Pada akhir Agustus dan awal
September, selagi perang berkecamuk di Guadalcanal, sebuah serangan amfibi
Jepang di timur New Guinea dihadapi oleh pasukan Australia dalam Teluk Milne, dan pasukan darat Jepang
menderita kekalahan meyakinkan yang pertama. Di Guadalcanal, pertahanan
Jepang runtuh pada Februari 1943.
1943–45: Serangan Sekutu di Asia dan Pasifik
Pasukan Australia and AS melancarkan kampanye
yang panjang untuk merebut kembali bagian yang diduduki oleh Pasukan Jepang
di Kepulauan Solomon, New
Guinea dan Hindia Belanda, dan mengalami beberapa perlawanan paling sengit
selama perang. Seluruh Kepulauan Solomon direbut kembali pada tahun 1943, New
Britain dan New Ireland pada tahun 1944. Pada saat Filipina sedang direbut kembali pada
akhir tahun 1944, Pertempuran Teluk Leyte berkecamuk, yang
disebut sebagai perang laut terbesar sepanjang sejarah.
Serangan besar terakhir di area Pasifik barat daya adalah kampanye
Borneo pertengahan tahun 1945, yang ditujukan untuk mengucilkan
sisa-sisa pasukan Jepang di Asia Tenggara, dan menyelamatkan tawanan perang
Sekutu.
Kapal selam dan
pesawat-pesawat Sekutu juga menyerang kapal dagang Jepang, yang menyebabkan
industri di Jepang kekurangan bahan baku. Bahan baku industri sendiri
merupakan salah satu alasan Jepang memulai perang di Asia. Keadaan ini
semakin efektif setelah Marinir AS merebut pulau-pulau yang
lebih dekat ke kepulauan Jepang.
Tentara Nasionalis Cina (Kuomintang) dibawah pimpinan Chiang Kai-shek dan Tentara Komunis Cina
dibawah Mao Zedong,
keduanya sama-sama menentang pendudukan Jepang terhadap Cina, tetapi tidak
pernah benar-benar bersekutu untuk melawan Jepang. Konflik kedua kekuatan ini
telah lama terjadi jauh sebelum Perang Dunia II dimulai, yang terus
berlanjut, sampai batasan tertentu selama perang, walaupun lebih tidak
kelihatan.
Pasukan Jepang telah merebut sebagian dari Burma, memutuskan Jalan Burma yang
digunakan oleh Sekutu untuk memasok Tentara Nasionalis Cina. Hal ini
menyebabkan Sekutu harus menyusun suatu logistik udara berkelanjutan yang
besar, yang lebih dikenal sebagai "flying the Hump".
Divisi-divisi Cina yang dipimpin dan dilatih oleh AS, satu divisi Inggris,
dan beberapa ribu tentara AS, membersihkan Burma utara dari pasukan Jepang
sehingga Jalan Ledo
dapat dibangun untuk menggantikan Jalan Burma. Lebih ke selatan, induk dari
tentara Jepang di kawasan perang ini berperang sampai
terhenti di perbatasan Burma-India oleh Tentara ke-14 Inggris yang dikenal sebagai
"Forgotten Army", yang dipimpin oleh Mayor Jendral Wingate yang kemudian melancarkan serangan balik
dan berhasil dengan taktik gerilyanya yang terkenal dan bahkan dijadikan
acuan bagi Tentara dan Pejuang Indonesia pada tahun 1945-1949.
Setelah merebut kembali seluruh Burma, serangan direncanakan ke semenanjung
Malaya ketika perang berakhir.
1945: Iwo Jima, Okinawa, bom atom, penyerahan
Jepang
Surat
penyerahan diri Jepang kepada Sekutu
Perebutan pulau-pulau seperti Iwo Jima dan Okinawa oleh
pasukan AS menyebabkan Kepulauan Jepang berada dalam jangkauan serangan laut
dan udara Sekutu. Diantara kota-kota lain, Tokyo
dibom bakar oleh Sekutu, dimana dalam penyerangan awal sendiri ada 90.000
orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota. Jumlah korban yang tinggi
ini disebabkan oleh kondisi penduduk yang padat di sekitar sentra produksi
dan konstruksi kayu serta kertas pada rumah penduduk yang banyak terdapat di
masa itu. Tanggal 6 Agustus 1945,
bomber B-29 "Enola Gay" yang dipiloti oleh Kolonel Paul Tibbets, Jr.
melepaskan satu bom atom Little Boy di Hiroshima, yang secara efektif
menghancurkan kota tersebut.
Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni
Soviet mendeklarasikan perang terhadap Jepang, seperti yang telah disetujui
pada Konferensi Yalta, dan
melancarkan serangan besar terhadap Manchuria yang diduduki Jepang (Operasi Badai Agustus). Tanggal 9 Agustus 1945,pesawat
bomber jenis Boeing B-29 Superfortress
"Bock's Car" yang dipiloti oleh Mayor Charles
Sweeney melepaskan satu bom atom Fat Man di Nagasaki.
Kombinasi antara penggunaan bom atom dan
keterlibatan baru Uni Soviet dalam perang merupakan faktor besar penyebab
menyerahnya Jepang, walaupun sebenarnya Uni Soviet belum mengeluarkan
deklarasi perang sampai tanggal 8 Agustus 1945, setelah bom atom pertama
dilepaskan. Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945,
menandatangani surat penyerahan pada tanggal 2 September 1945 di
atas kapal USS Missouri di teluk Tokyo.
Afrika dan Timur Tengah
1940 Mesir dan Somaliland
Pertempuran di Afrika Utara bermula pada 1940,
ketika sejumlah kecil pasukan Inggris di Mesir
memukul balik serangan pasukan Italia dari Libya yang
bertujuan untuk merebut Mesir terutama Terusan Suez yang vital. Tentara Inggris,
India, dan Australia melancarkan serangan balik dengan sandi Operasi
Kompas (Operation Compass), yang terhenti pada 1941 ketika
sebagian besar pasukan Persemakmuran (Commonwealth)
dipindahkan ke Yunani untuk mempertahankannya dari serangan Jerman. Tetapi
pasukan Jerman yang belakangan dikenal sebagai Korps Afrika di
bawah pimpinan Erwin Rommel
mendarat di Libya, melanjutkan serangan terhadap Mesir.
1941: Suriah, Lebanon, Korps Afrika merebut
Tobruk
Pada Juni 1941 Angkatan Darat Australia dan pasukan Sekutu
menginvasi Suriah dan Lebanon, merebut Damaskus pada 17 Juni. Di Irak, terjadi penggulingan kekuasaan
atas pemerintah yang pro-Inggris oleh kelompok Rashid Ali yang pro-Nazi.
Pemberontakan didukung oleh Mufti Besar Yerusalem, Haji Amin al-Husseini.
Oleh karena merasa garis belakangnya terancam, Inggris mendatangkan bala
bantuan dari India dan menduduki Irak. Pemerintahan pro-Inggris kembali
berkuasa, sementara Rashid Ali dan Mufti Besar Yerusalem melarikan diri ke
Iran. Namun kemudian Inggris dan Uni Soviet menduduki Iran serta
menggulingkan shah Iran yang pro-Jerman. Kedua tokoh Arab yang pro-Nazi di
atas kemudian melarikan diri ke Eropa melalui Turki, di mana mereka kemudian
bekerja sama dengan Hitler untuk menyingkirkan orang Inggris dan orang
Yahudi. Korps Afrika
dibawah Rommel melangkah maju dengan cepat ke arah timur, merebut kota
pelabuhan Tobruk. Pasukan Australia dan Inggris di kota
tersebut berhasil bertahan hingga serangan Axis berhasil merebut kota
tersebut dan memaksa Divisi Ke-8 (Eighth Army) mundur ke garis di El Alamein.
1942: Pertempuran El Alamein Pertama dan Kedua
Crusader
tank Britania melewati Panzer IV Jerman yang terbakar
di tengah gurun
Pertempuran El Alamein Pertama
terjadi di antara 1 Juli dan 27 Juli 1942.
Pasukan Jerman sudah maju ke yang titik pertahanan terakhir sebelum Alexandria dan Terusan Suez. Namun mereka telah
kehabisan suplai, dan pertahanan Inggris dan Persemakmuran menghentikan arah
mereka.
Pertempuran El Alamein Kedua
terjadi di antara 23 Oktober dan 3 November 1942
sesudah Bernard Montgomery
menggantikan Claude
Auchinleck sebagai komandan Eighth Army. Rommel,
panglima cemerlang Korps Afrika Tentara Jerman, yang dikenal sebagai "Rubah Gurun",
absen pada pertempuran luar biasa ini, karena sedang berada dalam tahap
penyembuhan dari sakit kuning di
Eropa. Montgomery tahu Rommel absen. Pasukan Persemakmuran melancarkan
serangan, dan meskipun mereka kehilangan lebih banyak tank
daripada Jerman ketika memulai pertempuran, Montgomery memenangkan
pertempuran ini.
Sekutu mempunyai keuntungan dengan dekatnya
mereka ke suplai mereka selama pertempuran. Lagipula, Rommel hanya mendapat
sedikit atau bahkan tak ada pertolongan kali ini dari Luftwaffe, yang sekarang lebih
ditugaskan dengan membela angkasa udara Eropa Barat dan melawan Uni Soviet
daripada menyediakan bantuan di Afrika Utara untuk Rommel. Setelah kekalahan
Jerman di El Alamein, Rommel membuat penarikan strategis yang cemerlang ke
Tunisia. Banyak sejarawan berpendapat bahwa berhasilnya Rommel pada penarikan
strategis Korps Afrika dari Mesir lebih mengesankan daripada kemenangannya
yang lebih awal, termasuk Tobruk, karena dia berhasil membuat seluruh
pasukannya kembali utuh, melawan keunggulan udara Sekutu dan pasukan
Persemakmuran yang sekarang diperkuat oleh pasukan AS.
Pasukan
Sekutu mendarat, dalam serangan bernama sandi Operasi Obor.
1942: Operasi Obor (Operation Torch),
Afrika Utara Perancis
Untuk melengkapi kemenangan ini, pada 8 November 1942
dilancarkanlah Operasi Obor
(Operation Torch) dibawah pimpinan Jendral Dwight Eisenhower.
Tujuan utama operasi ini adalah merebut kontrol terhadap Maroko dan Aljazair melalui pendaratan simultan
di Casablanca, Oran, dan
Aljazair, yang dilanjutkan beberapa
hari kemudian dengan pendaratan di Bône,
gerbang menuju Tunisia.
Pasukan lokal di bawah Perancis
Vichy sempat melakukan perlawanan terbatas, sebelum akhirnya bersedia
bernegosiasi dan mengakhiri perlawanan mereka.
1943: Kalahnya Korps Afrika
Korps Afrika tidak mendapat suplai secara
memadai akibat dari hilangnya pengapalan suplai oleh Angkatan Laut dan
Angkatan Udara Sekutu, terutama Inggris, di Laut Tengah. Kekurangan
persediaan ini dan tak adanya dukungan udara, memusnahkan kesempatan untuk melancarkan
serangan besar bagi Jerman di Afrika. Pasukan Jerman dan Italia terjepit
diantara pergerakan maju pasukan Sekutu di Aljazair dan Libia. Pasukan Jerman
yang sedang mundur terus melakukan perlawanan sengit, dan Rommel mengalahkan
pasukan AS pada Pertempuran Kasserine Pass
sebelum menyelesaikan pergerakan mundur strategisnya menuju garis suplai
Jerman. Dengan pasti, bergerak maju baik dari arah timur dan barat, pasukan
Sekutu akhirnya mengalahkan Korps Afrika Jerman pada 13 Mei 1943 dan
menawan 250.000 tentara Axis.
Setelah jatuh ke tangan Sekutu, Afrika Utara
dijadikan batu loncatan untuk menyerang Sisilia pada 10 Juli 1943.
Setelah merebut Sisilia, pasukan Sekutu melancarkan serangan ke Italia pada 3 September 1943.
Italia menyerah pada 8 September 1943,
tetapi pasukan Jerman terus bertahan melakukan perlawanan. Roma
akhirnya dapat direbut pada 5 Juni 1944.
Eropa dan Rusia (Uni Soviet)
1939 Invasi Polandia, Invasi Finlandia
Salah
satu foto bewarna Perang Dunia II yang selamat
dari 40 juta foto hitam putih lainnya. Tampak di tengah-tengah Adolf Hitler.
Perang Dunia II mulai berkecamuk di Eropa
dengan dimulainya serangan ke Polandia pada 1 September 1939 yang
dilakukan oleh Hitler dengan gerak cepat yang dikenal dengan
taktik Blitzkrieg,
dengan memanfaatkan musim panas yang menyebabkan perbatasan sungai dan
rawa-rawa di wilayah Polandia kering yang memudahkan gerak laju pasukan lapis
baja Jerman serta mengerahkan ratusan pembom tukik
yang terkenal Ju-87 Stuka.
Polandia yang sebelumnya pernah menahan Uni Soviet di tahun 1920-an saat itu
tidak memiliki kekuatan militer yang berarti. Kekurangan pasukan lapis baja,
kekurang siapan pasukan garis belakang dan koordinasinya dan lemahnya
Angkatan Udara Polandia menyebabkan Polandia sukar memberi perlawanan
meskipun masih memiliki 100 pesawat tempur namun jumlah itu tidak berarti
melawan Angkatan Udara Jerman "Luftwaffe". Perancis dan kerajaan Inggris menyatakan perang terhadap Jerman pada 3 September sebagai komitment mereka
terhadap Polandia pada pakta pertahanan Maret 1939.
Setelah mengalami kehancuran disana sini oleh
pasukan Nazi, tiba tiba Polandia dikejutkan oleh
serangan Uni Soviet pada 17 September dari timur yang akhirnya bertemu dengan
Pasukan Jerman dan mengadakan garis demarkasi sesuai persetujuan antara
Menteri Luar Negeri keduanya, Ribentrop-Molotov. Akhirnya Polandia menyerah kepada Nazi Jerman setelah kota Warsawa dihancurkan, sementara sisa sisa
pemimpin Polandia melarikan diri diantaranya ke Rumania. Sementara yang lain ditahan baik oleh
Uni Soviet maupun Nazi. Tentara Polandia terakhir dikalahkan pada 6 Oktober.
Jatuhnya Polandia dan terlambatnya pasukan
sekutu yang saat itu dimotori oleh Inggris dan Perancis yang saat itu dibawah
komando Jenderal
Gamelin dari Perancis membuat Sekutu akhirnya menyatakan perang
terhadap Jerman. Namun juga menyebabkan jatuhnya kabinet Neville
Chamberlain di Inggris yang digantikan oleh Winston Churchill.
Ketika Hitler menyatakan perang terhadap Uni Soviet, Uni Soviet akhirnya
membebaskan tawanan perang Polandia dan mempersenjatainya untuk melawan
Jerman. Invasi ke Polandia ini juga mengawali praktek-praktek kejam Pasukan SS dibawah Heinrich Himmler terhadap orang orang Yahudi.
Perang Musim Dingin
dimulai dengan invasi Finlandia oleh
Uni Soviet, 30 November 1939.
Pada awalnya Finlandia mampu menahan pasukan Uni Soviet meskipun pasukan
Soviet memiliki jumlah besar serta dukungan dari armada udara dan lapis baja,
karena Soviet banyak kehilangan jendral-jendral yang cakap akibat pembersihan
yang dilakukan oleh Stalin pada saat memegang tampuk kekuasaan
menggantikan Lenin. Finlandia memberikan perlawanan yang
gigih yang dipimpin oleh Baron Carl Gustav von Mannerheim
serta rakyat Finlandia yang tidak ingin dijajah. Bantuan senjata mengalir
dari negara Barat terutama dari tetangganya Swedia yang memilih netral dalam peperangan
itu. Pasukan Finlandia memanfaatkan musim dingin yang beku namun dapat
bergerak lincah meskipun kekuatannya sedikit (kurang lebih 300.000 pasukan).
Akhirnya Soviet mengerahkan serangan besar besaran dengan 3.000.000 tentara
menyerbu Finlandia dan berhasil merebut kota-kota dan beberapa wilayah Finlandia.
Sehingga memaksa Carl Gustav untuk mengadakan perjanjian perdamaian.
Ketika Hitler menyerang Rusia (Uni Soviet), Hitler
juga memanfaatkan pejuang-pejuang Finlandia untuk melakukan serangan ke kota St. Petersburg
1940: Invasi Eropa Barat, Republik-republik
Baltik, Yunani, Balkan
Perang
Dunia II di Eropa. Merah adalah Sekutu atau penguasaannya, Biru adalah Axis
atau penguasaannya, dan Hijau adalah Uni Soviet sebelum bergabung dengan
Sekutu tahun 1941.
Dengan tiba-tiba Jerman menyerang Denmark dan Norwegia pada 9 April 1940
melalui Operasi Weserübung, yang terlihat untuk mencegah serangan
Sekutu melalui wilayah tersebut. Pasukan Inggris, Perancis, dan Polandia
mendarat di Namsos, Andalsnes, dan
Narvik untuk membantu Norwegia. Pada awal Juni,
semua tentara Sekutu dievakuasi dan Norwegia-pun menyerah.
Operasi Fall Gelb, invasi Benelux dan Perancis, dilakukan oleh Jerman pada 10 Mei 1940,
mengakhiri apa yang disebut dengan "Perang Pura-Pura" (Phony War) dan
memulai Pertempuran Perancis.
Pada tahap awal invasi, tentara Jerman menyerang Belgia, Belanda, dan Luxemburg untuk menghindari Garis Maginot dan berhasil memecah pasukan
Sekutu dengan melaju sampai ke Selat Inggris. Negara-negara Benelux
dengan cepat jatuh ke tangan Jerman, yang kemudian melanjutkan tahap
berikutnya dengan menyerang Perancis. Pasukan Ekspedisi Inggris (British Expeditionary Force)
yang terperangkap di utara kemudian dievakuasi melalui Dunkirk dengan Operasi Dinamo. Tentara Jerman tidak
terbendung, melaju melewati Garis Maginot sampai ke arah pantai Atlantik, menyebabkan Perancis
mendeklarasikan gencatan senjata pada 22 Juni dan terbentuklah pemerintahan
boneka Vichy.
Pada Juni 1940, Uni Soviet memasuki Latvia, Lituania, dan Estonia serta menganeksasi Bessarabia dan Bukovina Utara dari Rumania.
Jerman bersiap untuk melancarkan serangan ke
Inggris dan dimulailah apa yang disebut dengan Pertempuran Inggris atau Battle
of Britain, perang udara antara AU Jerman Luftwaffe melawan AU Inggris Royal Air Force pada tahun 1940
memperebutkan kontrol atas angkasa Inggris. Jerman berhasil dikalahkan dan
membatalkan Operasi Singa Laut atau
Seelowe untuk menginvasi daratan Inggris. Hal itu dikarenakan perubahan
strategi Luftwaffe dari
menyerang landasan udara dan industri perang berubah menjadi serangan
besar-besaran pesawat pembom ke London. Sebelumnya terjadi pemboman kota
Berlin yang ddasarkan pembalasan atas ketidaksengajaan pesawat pembom Jerman
yang menyerang London. Alhasil pilot peswat tempur Spitfire dan Huricane
dapat beristirahat. Perang juga berkecamuk di laut, pada Pertempuran
Atlantik kapal-kapal selam Jerman (U-Boat) berusaha untuk
menenggelamkan kapal dagang yang
membawa suplai kebutuhan ke Inggris dari Amerika Serikat.
Pada 27 September 1940,
ditanda tanganilah pakta tripartit oleh Jerman, Italia, dan Jepang yang secara formal membentuk persekutuan
dengan nama (Kekuatan Poros).
Italia menyerbu Yunani pada 28 Oktober 1940
melalui Albania, tetapi dapat ditahan oleh pasukan
Yunani yang bahkan menyerang balik ke Albania. Hitler kemudian mengirim
tentara untuk membantu Mussolini
berperang melawan Yunani. Pertempuran juga meluas hingga wilayah yang dikenal
sebagai wilayah bekas Yugoslavia.
Pasukan NAZI mendapat dukungan dari sebagian Kroasia dan Bosnia, yang
merupakan konflik laten di daerah itu sepeninggal Kerajaan Ottoman. Namun Pasukan Nazi mendapat
perlawanan hebat dari kaum Nasionalis yang didominasi oleh Serbia dan beberapa etnis lainnya yang dipimpin
oleh Josip Broz Tito.
Pertempuran dengan kaum Nazi merupakan salah satu bibit pertempuran antar
etnis di wilayah bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.
1941: Invasi Uni Soviet
1945: Runtuhnya Kekuasaan Nazi Jerman
Pada akhir bulan april 1945, ibukota Jerman
yaitu Berlin sudah dikepung oleh Uni Soviet dan pada tanggal 1 Mei 1945, Adolf Hitler bunuh diri dengan cara
menembak kepalanya sendiri bersama dengan istrinya Eva Braun didalam
bunkernya, sehari sebelumnya Adolf Hitler menikahi Eva Braun, dan setelah mati memerintah
pengawalnya untuk membakar mayatnya. Setelah menyalami setiap anggotanya yang
masih setia. Pada tanggal 2 Mei, Karl Dönitz diangkat menjadi pemimpin menggantikan
Adolf Hitler dan
menyatakan Berlin menyerah pada tanggal itu juga. Disusul Pasukan Jerman di Italia yang menyerah pada tanggal 2 juga.
Pasukan Jerman di wilayah Jerman Utara, Denmark dan Belanda menyerah tanggal
4. Sisa pasukan Jerman dibawah pimpinan Alfred Jodl
menyerah tanggal 7 mei di Rheims, Perancis. Tanggal 8 Mei, penduduk di
negara-negara sekutu merayakan hari kemenangan, tetapi Uni Soviet merayakan hari kemenangan
pada tanggal 9 Mei dengan tujuan politik.
Jumlah
korban meninggal dalam Perang Dunia II. Indonesia merupakan negara dengan
jumlah korban keempat terbanyak, yang hampir semuanya adalah dari rakyat
sipil
Latar
Belakang Sejarah
Sesungguhnya ada dua faktor integral yang
menjadi dasar dan latar belakang sejarah berdirinya IMM, yaitu faktor intern
dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor intern adalah faktor yang
terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan faktor
ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar
Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan umat dan bangsa serta
dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.
Faktor intern sebetulnya lebih dominan dalam
bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu dorongan untuk mengembangkan
ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan
merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti bersinggungan dan
berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang majemuk.
Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual, profesional,
mahasiswa. dan sbagainya.
Interaksi dan persinggungan Muhammadiyah
dengan mahasiswa untuk merealisasikan maksud dan tujuannya itu, cara dan
strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhinya di
kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan menyediakan dan
membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan mengembangkan potensi
mahasiswa. Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa tersebut lahir
pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran
Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula
cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan
tinggi Muhammadiyah.
Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan
membina mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah tersebut tidak bisa langsung
terwujud, karena pada saat itu Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi
sendiri. Untuk menjembataninya, maka para mahasiswa yang sepaham, atau
mempunyai alam pikiran yang sama, dengan Muhammadiyah itu diwadahi dalam
organisasi otonom yang telah ada seperti NA dan Pemuda Muhammadiyah, serta
tidak sedikit pula yang berkecimpung di HMI. Pada tanggal 18 November 1955,
Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan perguruan tinggi
yang sejak lama telah dicetuskannya pada tahun 1936, yaitu dengan berdirinya
Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang. Pada tahun 1958, fakultas
serupa dibangun di Surakarta; kemudian di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh
Muhammadiyah; dan Fakultas Ilmu Sosial di Jakarta, yang kemudian berkembang
menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kendati demikian, cita-cita untuk
membentuk organisasi bagi mahasiswa muhammadiyah tersebut belum bisa
terbentuk juga pada waktu itu. Kendala utamanya karena Muhammadiyah—yang
waktu itu masih menjadi anggota istimewa Masyumi—terikat Ikrar Abadi umat
Islam yang dicetuskan pada tanggal 25 Desember 1949, yang salah satu isinya
menyatakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam adalah HMI.
Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau
perguruan tinggi Muhammadiyah berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali
santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani
mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di
Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah
mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini
pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah
kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963
mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya
berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir.
Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi
mahasiswa Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada
di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno
Muhdam dan yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka
PP Pemuda Muhammadiyah—waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M.
Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum—mengusulkan kepada PP
Muhammadiyah—yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi—untuk mendirikan
organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah—atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan kemudian disetujui
oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawwal
1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto
Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan
IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi:
Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM
berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar
Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam,
kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan
mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu
masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Keyakinan dan praktek keagamaan umat
Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa, banyak bercampur baur dengan
takhayul, bid`ah, dan khurafat.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI),
keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan
dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka
selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan
cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat
terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela akibat
kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Keadaan politik Indonesia sekitar awal sampai
dengan pertengahan tahun '60-an, tulis Cosmas Batubara, sangat menarik.
Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa perkembangan dan kehidupan
politik saat itu diwarnai oleh tiga pelaku politik yang amat dominan, yaitu:
Diri pribadi Presiden soekarno; ABRI (terutama sekali angkatan Darat); dan
PKI. Ketiga kekuatan politik tersebut sangat mewarnai dan mempengaruhi
perilaku dan orientasi kehidupan berbangsa, dan bernegara di berbagai lapisan
dan kelompok masyarakat. Di kalangan organisasi mahasiswa, orientasi dan
perilaku politiknya juga terbagi ke dalam tiga kekuatan dominan tadi.
Organisasi mahasiswa yang secara tajam mengikuti garis Presiden Soekarno
adalah GMNI, dan yang sejalan dengan garis ABRI adalah HMI, PMKRI, dan SOMAL
(Sekretariat Organisasi-Organisasi Mahasiswa Lokal). Sedangkan yang mengikuti
dan mendukung garis PKI adalah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia). Di tengah kemelut dan pertentangan garis politik tersebut,
pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa sampai dengan terjadinya G30S 1965
terlihat menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipasinya di era
kemerdekaan RI. Pada waktu itu sejak Kongres Mahasiswa Indonesia di malang
pada tanggal 8 Juni 1947, organisais-organisasi mahasiswa seperti HMI, PMKRI
(Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia), PMKI (Persekutuan
Mahasiswa Kristen Indonesia; yang pada tahun 1950 berubah menjadi GMKI [Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia]), PMJ (Persatuan Mahasiswa Jogjakarta), PMD
(Persatuan Mahasiswa Djakarta), MMM (Masyarakat Mahasiswa Malang), PMKH
(Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia)
berfusi ke dalam PPMI (Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa
Indonesia) yang bersifat independen. Independensi PPMI sebagai penggalang
kekuatan anti-imperialisme pada mulanya berjalan kompak. Tetapi setelah
mengadakan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika (KMAA) di Bandung tahun 1957—yang
menjadi prestasi puncak PPMI—masing-masing organisasinya kemudian memisahkan
diri. Hal ini karena pada tahun 1958 PPMI menerima CGMI, selundupan PKI, yang
kemudian melancarkan aksi intervensi untuk mempengaruhi organisasi mahasiswa
lain agar keluar dari PPMI. Akhirnya , karena kuatnya pengaruh dan intervensi
dari CGMI tersebut, maka masing-masing organisasi dalam PPMI memisahkan diri.
Pada bulan oktober 1965, setelah PKI dilumpuhkan, PPMI akhirnya secara resmi
membubarkan diri. Sasaran gerakan CGMI sebetulnya ingin mendominasi gerakan
mahasiswa dan kehidupan kampus serta ingin menyingkirkan
organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti HMI.
Sesungguhnya sebelum PPMI membubarkan diri,
antara tahun 1964 sampai 1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfusi
di dalamnya bersikap sok revolusioner. Pada akhirnya HMI juga tidak
ketinggalan untuk menjadi bagian dari kekuatan revolusioner. Menurut Deliar
Noer, waktu itu HMI dengan keras turut menyanyikan senandung Demokrasi
Terpimpin. Slogan-slogan Soekarno mulai dikumandangkan seperti "Nasakom
jiwaku", "revolusioner", dan "ganyang Malaysia".
Bahkan pada tahun 1964 HMI memecat beberapa anggota penasihatnya yang telah
alumni karena tidak sesuai dengan revolusi. HMI juga mengecam keras Kasman
Singodimedjo yang sedang menghadapi pengadilan di Bogor dan menuntut dihukum
sekeras-kerasnya bila bersalah.
Kendati HMI telah berusaha menunjukkan
eksistensi dirinya sebagai bagian dari kekuatan revolusioner, namun tetap
saja HMI menjadi sasaran CGMI dan/atau PKI untuk dibubarkan. Pada saat saat
HMI terdesak itulah Ikatan mahasiswa Muhammadiyah lahir pada tanggal 14 maret
1964 (29 Syawal 1384 H). Itulah sebabnya muncul persepsi yang keliru bahwa
IMM dibentuk adalah sebagai persiapan untuk menampung aggota-anggota HMI kalau
terjadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini dikaitkan dengan dekatnya
hubungan HMI dengan Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui bahwa HMI pada
mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang Muhammadiyah, maka kalau
HMI dibubarkan Muhammadiyah harus menyediakan wadah lain.
Persepsi tersebut adalah keliru, karena
kelahiran IMM salah satu faktor historisnya adalah justru untuk membantu dan
mempertahankan eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang
ingin membubarkannya. Sebab, kalau kelahiran IMM diperuntukkan untuk
mengganti HMI jika dibubarkan, maka IMM tidak perlu repot-repot terlibat
dalam beraksi menentang PKI yang mau membubarkan HMI. Di antara praduga
mengapa kehadiran IMM dalam sejarah gerakan mahasiswa dipersoalkan adalah
karena sangat dekatnya kelahiran IMM—kendati ide dasarnya sudah ada sejak
tahun 1936—dengan peristiwa G 30 S/PKI. Sehingga muncul pertanyaan (yang
menggugat), mengapa IMM yang baru lahir sudah langsung terlibat dalam
peristiwa nasional dan sejarah besar dalam pergulatan bangsa melawan dan
menghancurkan PKI. Pada tahun 1965, IMM juga ikut bergabung dalam wadah KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), dan Slamet Sukirnanto, salah seorang
tokoh DPP IMM, pada saat dibentuknya KAMI menjadi salah satu Ketua Presidium
Pusat KAMI. IMM sendiri pada masa-masa awal berdiriya tidak luput dari
ancaman dan teror PKI. Reaksi jahat dari PKI terhadap kelahiran IMM tersebut
tidak saja tejadi di pusat, tetapi juga di daerah-daerah. Untuk menyelamatkan
eksistensi IMM yang baru berdiri itu, maka dalam kesempatan audiensi dan
silaturahmi dengan Presiden Soekarno di Istana Negara Jakarta pada tanggal 14
Februari 1965 DPP IMM meminta restunya. "Saja beri restu kepada Ikatan
Mahasiswa Muhammadijah", demikian pernyataan yang ditandatangai oleh
Presiden Soekarno. Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern
Muhammadiyah, maka tokoh-tokoh PP Pemuda Muhammadiyah yang sebelumnya
bergabung dengan HMI kembali, sekaligus untuk membina dan mengembangkan IMM.
Dalam hal ini juga muncul klaim dan persepsi yang keliru, bahwa IMM
dilahirkan oleh HMI. Tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah khususnya yang terlibat
menghembangkan HMI, karena waktu itu IMM belum ada. Sementara keterlibatan
mereka di HMI adalah untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah. Buktinya
setelah sekian lama ada di HMI, ternyata HMI yang sudah dimasuki oleh
mahasiswa dari berbagai kalangan ormas keislaman itu pada akhirnya berbeda
dengan orientasi Muhammadiyah. Oleh karena itu adalah wajar jika pada
akhirnya mereka kembali ke Muhammadiyah sekaligus untuk turut mengembangkan
IMM. Hal ini seperti yang terjadi di Yogyakarta, Jakarta, Riau, Padang,
Ujungpandang dan lain lain. Juga perlu dicatat bahwa para tokoh PP Pemuda
Muhammadiyah dan NA yang terlibat dalam mengusahakan terbentunya IMM sejak
awal sampai berdirinya adalah mereka yang betul-betul tidak pernah terlibat
dalam HMI. Berdirinya IMM berdasarkan perjalanan sejarahnya tersebut adalah
karena tuntutan dan keharusan sejarah (historical nessecity) dalam kontek
kehidupan umat, bangsa, dan negara serta dinamika gerakan mahasiswa di
Indonesia. Adapun maksud berdirinya IMM adalah: 1. Turut memelihara martabat
dan membela kejayaan bangsa; 2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam;
3. Sebagai upaya untuk menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita
pendirian Muhammadiyah; 4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna
cita-cita pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah; 5. Membina, meningkatkan,
dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, umat, dan
persyarikatan.
Dinamika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Seperti
halnya organisasi-organisasi lain, dalam karier sejarahnya IMM mengalami
dinamika gerakan yang naik turun dan pasang surut. Selama lebih dari tiga
setengah dasawarsa ini, IMM telah mengalami empat periode gerakan. Pertama,
periode pergolakan dan pemantapan (1964-1971). Kedua, periode pengembangan
(1971-1975). Ketiga, periode tantangan (1975-1985). Keempat, periode
kebangkitan (1985-?).
Dalam periode pergolakan dan pemantapan ini,
IMM yang masih sangat muda harus berhadapan dengan situasi dan kondisi
sosial, politik, ekonomi, budaya di tengah kehidupan berbangsa, bernegara dan
beragama yang sangat rawan dan kritis. IMM pada saat itu langsung berhadapan
dengan kebijakan Manipol Usdek Bung Karno, Nasakom, dan ancaman PKI. Dalam
periode ini kegiatan-kegiatan IMM lebih banyak diarahkan kepada pembinaan
personil, penguatan organisasi, pembentukan dan pengembangan IMM di kota-kota
maupun perguruan tinggi. Dalam periode ini pula pola gerakan, prinsip
perjuangan dan perangkat organisasi IMM berhasil ditetapkan.
Dalam periode ini telah terselenggara tiga
kali Musyawarah Nasional (Muktamar) dan empat kali Konferensi Nasional
(Tanwir) serta terbentuk lima kali formasi kepemimpinan IMM. Selama periode
ini Mohammad Djazman Al-Kindi terus menjadi Ketua Umum DPP IMM. Kepemimpinan
pertama (DPP Sementara) pra-Munas berlangsung dari tahun 1964-1965, dengan
Ketuanya Mohammad Djazman Al-Kindi. Kepemimpinan kedua (1965-1967) adalah
hasil Munas I di Surakarta (1-5 Mei 1965). Ketua Umum: Mohammad Djazman
Al-Kindi; dan Sekretaris Jendral: A. Rosyad Sholeh. Kepemimpinan ketiga hasil
reshuffle pada pertengahan 1966, Ketua Umumnya tetap; dan Soedibjo Markoes
menjadi Pejabat Sekjen. Kepemimpinan keempat (1967-1969) hasil Munas II di
Banjarmasin (26-30 November 1967), Ketua Umum tetap; dan Sekjennya adalah
Syamsu Udaya Nurdin. Kepemimpinan kelima hasil reshuffle pada Konfernas di
Magelang (1-4 Juli 1970), Ketua Umum-nya masih tetap; sedangkan yang menjadi
Sekjen adalah Bahransyah Usman.
Selain Djazman, tokoh-tokoh awal IMM lainnya
yang terkenal di antaranya seperti: A. Rosyad Sholeh, Soedibjo Markoes,
Mohammad Arief, Sutrisno Muhdam, Zulkabir, Syamsu Udaya Nurdin, Nurwijoyo
Sarjono, Basri Tambun, Fathurrahman, Soemarwan, Ali Kyai Demak, Sudar, M.
Husni Thamrin, M. Susanto, Siti Ramlah, Deddy Abu Bakar, Slamet Sukirnanto,
M. Amien Rais, Yahya Muhaimin, Abuseri Dimyati, Marzuki Usman, Abdul Hadi
W.M. Machnun Husein, dll.
Peran dan kehendak IMM untuk meneguhkan dan
memantapkan eksistensinya secara signifikan dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara serta untuk kepentingan ummat dan Muhammadiyah selama periode
ini tampak menonjol, baik melalui pernyataan deklarasi-deklarasinya—seperti
Deklarasi Kota Barat 1965 dan Deklarasi Garut 1967—maupun dengan aktivitas
kegiatan dan artikulasi gerakannya. Mulai tahun 1971-1975 disebut sebagai
periode pengembangan, karena masalah-masalah yang menyangkut konsolidasi
pimpinan dan organisasi tidak terlalu banyak dipersoalkan. Orientasi kegiatan
dan dinamika gerakan IMM sudah mulai banyak diarahkan pada pengembangan
organisasi seperti melalui program-program sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Dinamika gerakan IMM ini semakin memperteguh concern IMM terhadap
masalah-masalah kehidupan mahasiswa, umat, dan bangsa di tengah gejolak
sosial dan modernisasi pembangunan. Hal ini misalnya seperti yang dinyatakan
dalam Deklarasi Baiturrahman 1975, maupun dalam hasil rumusan pemikiran dari
Munas dan Konferensi IMM. Dalam periode ini hanya terjadi satu kali suksesi
kepemimpinan di tingkat DPP IMM. Munas III di Yogyakarta (14-19 Maret 1971)
menghasilkan A. Rosyad Sholeh sebagai Ketua Umum; dan Machnun Husein sebagai
Sekjen. Kemudian Konfernas V di Padang memutuskan penambahan personalia staf
DPP IMM, yaitu: Alfian Darmawan, Abbas Sani, Maksum Saidrum, Ajeng Kartini,
Dahlan Rais, Ahmad Syaichu, dan Arief Hasbu.
Dalam periode ini pula terjadi peristiwa
penting yang mewarnai keberadaan IMM, yaitu dalam hal pembentukan KNPI
(Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan peristiwa Malari (Malapetaka Lima
Belas Januari 1974). Waktu itu IMM tidak diakui sebagai salah satu pencetus
kelahiran KNPI (23 Juli 1973), karena tidak ikut menandatangani Deklarasi
Pemuda Indonesia sebagai landasan berdirinya KNPI. Sementara, pembuat dan
perumus Deklarasi Pemuda Indonesia itu adalah Slamet Sukirnanto, salah
seorang anggota DPP IMM, yang waktu itu tidak bersedia menandatangani
deklarasi tersebut atas nama IMM. Ketidakikut sertaan Slamet Sukirnanto
menandatangani deklarasi tersebut, dikarenakan pembentukan wadah generasi
muda itu semula adalah secara perorangan dan sekedar sebagai wadah komunikasi
antara generasi muda serta keanggotaannya bersifat pribadi. Namun ternyata
pada saat penandatanganan harus mengatasnamakan organisasi. Dalam hal inilah
letak persoalannya. Secara organisatoris, Slamet Sukirnanto menolak
menandatangani deklarasi itu, tetapi secara pribadi ia bersedia. Ketika
terjadi peristiwa Malari—yang berakibat pada tindakan represif terhadap
gerakan mahasiswa--, maka pada tanggal 16 Januari 1974 IMM mengirim surat
kepada Presiden Soeharto untuk mengadakan referendum dalam upaya mencari
kebenaran obyektif mengenai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
Upaya ini diharapkan dapat tetap menjaga keutuhan persatuan serta kepentingan
bangsa dan negara yang lebih besar jangan sampai menjadi korban para pemegang
policy. Dalam menghadapi aksi Malari tersebut, IMM berharap agar pemerintah
tidak memadamkan aspirasi dan idealisme mahasiswa.
Di antara ide dan gagasan pemikiran IMM pada
periode ini adalah mengenai pendidikan. Dalam hal ini IMM menyadari bahwa
pendidikan adalah suatu usaha "human investmen" yang penting untuk
melukis dan mewarnai masa depan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu unsur
terpenting untuk menumbuhkan dan membina mental attitude bangsa. Kemudian
mengenai masalah organisasi mahasiswa, IMM berpendapat bahwa keberadaannya
harus berfungsi sebagai organisasi kader dan sekaligus dakwah. Karena itu
organisasi mahasiswa harus menganut asas potensi, partisipasi, keluwesan, dan
kesederhanaan.
Sedangkan dalam hal generasi muda, IMM
berpendangan bahwa pembinaannya harus senantiasa dikaitkan dengan strategi
pembangunan nasional yang berjangka panjang. Untuk itu perlu adanya pembauran
antara konsep generasi muda sebagai pelanjut dengan konsep generasi muda
sebagai pembaharu. Demikian pula halnya dengan perpaduan antara pengertian
kader dan pioner.
Setelah melewati periode pergolakan dan
pemantapan serta pengembangan, pada tahun 1975-1985 IMM berada dalam periode
tantangan. Dalam periode ini Muktamar IV IMM di Semarang (21-25 Desember
1975), menghasilkan Zulkabir sebagai Ketua Umum; dan M. Alfian Darmawan
sebagai Sekjen. Dalam periode ini IMM sebetulnya tidak menghadapi konflik
atau tantangan yang berarti, yang menyebabkan organisasi ini mengalami
stagnasi. Namun persoalannya terletak pada terjadinya kevakuman kepemimpinan
di tingkat nasional (DPP IMM) selama lebih kurang satu dasawarsa. Selama
periode ini di tingkat DPP tidak terjadi suksesi dan regenerasi kepemimpinan,
atau dengan kata lain tidak terselenggara musyawarah nasional atau muktamar,
yang seharusnya berlangsung pada tahun 1978.
Kevakuman dan terjadinya kemandegan IMM di DPP
ini menimbulkan keprihatinan dan keheranan bagi banyak pihak, khususnya di
kalangan Muhammadiyah dan ortomnya. Pada tahun 1983, H.S. Prodjokusumo
misalnya menanggapi masalah ini dalam tulisannya IMM Bangkitlah. Kemudian
dengan nada menyindir dan dalam gaya personifikasi—tanpa bisa menutupi
kekecewaannya tehadap IMM—Umar Hasyim menulis: "Merenungi sejarahmu,
kita jadi heran, ketika sejak Muktamar ke-4 tahun 1975 itu anda dengan
lelapnya tidur nyenyak selama sepuluh tahun, karena pada bulan April 1986
engkau baru berhasil bermuktamar dan memilih kepengurusan DPP lagi. Sungguh
luar biasa sekali, suasana dunia dimana anda berada ini demikian gegap
gempitanya, tetapi anda bisa lelap tidur." Namun demikian, kendati di
tingkat DPP terjadi kevakuman, justru di bawahnya IMM tetap eksis dan
bergerak. Aktivitas kegiatan, program kerja, dan kaderisasi di tingkat bawah
itu terus berjalan. Kevakuman DPP IMM tidak mempengaruhi aktivitas IMM di
Daerah, Cabang, dan Komisariat. Identitas IMM ternyata begitu kuat melekat
pada jiwa para pimpinan dan kader IMM di bawah. Di level bawah IMM masih
tetap tumbuh subur. Meski berada dalam periode tantangan, IMM masih tetap
berusaha untuk melahirkan ide dan gagasan pemikirannya. Di antara ide dan
gagasannya itu adalah mengenai perlunya Menteri Negara Urusan Pemuda. Ide dan
gagasan pemikiran tersebut berangkat dari latar belakang kemahasiswaan dan
kepemudaan yang tidak mempunyai saluran yang semestinya. Untuk itulah IMM
mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk mengnagkat seorang Menteri Negara
Urusan Pemuda yang menyelenggarakan dan membina komunikasi dengan seluruh
eksponen generasi muda. Kemudian, ketika terjadi Keputusan 15 November 1978
(KNOP 15), IMM mengusulkan perlunya pengendalian dan pengarahan konsumsi
masyarakat. Hal ini mengingat telah terjadinya bentuk konsumsi yang non-esensial
dan tidak produktif. Di samping itu, perlunya perlindungan dan pembinaan
industri kecil agar dapat bersaing dengan industri besar, oleh IMM
dikemukakan kepada pemerintah. Demikian pula halnya dengan pemerataan
pendapatan dan kesempatan kerja perlu diperhatikan oleh pemerintah. Setelah
mengalami kevakuman dan kemandegan selama satu dasawarsa itu, maka pada tahun
1985 IMM mulai memasuki periode kebangkitan. Periode ini dimulai dengan
adanya SK PP Muhammadiyah No. 10/PP/1985 tertanggal 31 Agustus 1985 tentang
pembentukan DPP (Sementara) IMM. DPP(S) ini terdiri dari:
Setelah dilantik pada tanggal 1 september
1985, DPP(S) IMM mulai menata organisasi dan menjalankan aktivitasnya. Pada
tanggal 7-10 desember 1985 DPP(S) berhasil mengadakan Tanwir ke-7 IMM di
Surakarta. Tanwir yang bertemakan "Bangkit dan Tegaskan Identitas
Ikatan" ini pada akhirnya mampu membangkitkan IMM dari tidurnya yang
panjang. Hingga kemudian pada tanggal 14-18 april 1986 DPP(S) berhasil
menyelenggarakan Muktamar ke-5 IMM di Padang, Sumatra Barat. Selain pada
akhirnya berhasil menyusun kepengurusan DPP IMM yang baru periode 1986-1989
(Ketua Umum: Nizam Burhanuddin; dan Sekjen: M. Arifin Nawawi), Muktamar V itu
juga mampu merumuskan konsep pengembangan wawasan bangsa dan umat kaitannya
dengan identitas Ikatan, penyusunan ulang sistem perkaderan, pengembangan
organisasi dan pembahasan program kerja. Dalam Muktamar V itu IMM juga bisa
menghasilkan Deklarasi Padang, yang mengartikulasikan visi dan keberpihakan
IMM terhadap masalah-masalah dunia internasional, umat Islam di Indonesia,
Muhammadiyah, IMM sendiri, serta pembinaan generasi muda dan mahasiswa. Dalam
periode kebangkitan ini IMM tidak lepas dari halangan dan tantangan.
Artikulasi gerakan IMM pun mengalami dinamika dan fluktuasi. Dalam periode
kebangkitan (sampai sekarang) ini IMM telah mengalami beberapa kali Muktamar
dan Tanwir, yang berperan untuk menpertahankan eksistensi IMM dan
menyinambungkan regenerasi kepemimpinannya.
Muktamar VI di Ujungpandang (7-12 Juli 1989)
menghasilkan DPP IMM (periode 1989-1992), dengan M. Agus Samsudin sebagai
Ketua Umum; dan Fauzan sebagai Sekjen. Kemudian Tanwir VIII di Medan (24-28
April 1991), memutuskan Abdul Al Hasyir sebagai Sekjen, menggantikan Fauzan.
Pada tanggal 25-31 Desember 1992 IMM berhasil menyelenggarakan Muktamar VII
di Purwokerto, yang menghasilkan Tatang Sutahyar W sebagai Ketua Umum; dan
Syahril Syah sebagai Sekjen untuk periode 1993-1995. Selanjutnya, pada Tanwir
IX di Palembang (7-11 Juli 1994) terjadi pergantian Ketua Umum dari Tatang
Sutahyar oleh Syahril Syah sebagai Pj. Ketua Umum, dan Armyn Gultom sebagai
Sekjen. Selanjutnya, pada tanggal 25-31 Maret 1995 IMM kembali mengadakan
Muktamar VIII di Kendari yang berhasil memilih Syahril Syah sebagai Ketua
Umum dan Abd. Rohim Ghazali sebagai Sekjen untuk periode 1995-1997. Kemudian
pada tanggal 22 Februari-2 Maret 1997, IMM kembali mengadakan Muktamar IX di
Medan yang menghasilkan Irwan Badillah sebagai Ketua Umum dan M. Irfan Islami
Dj. sebagai Sekjen untuk periode 1997-2000. Sampai sekarang IMM memiliki 26
DPD dan 115 PC, serta anggota sebanyak kurang lebih 567.000 orang. Anggota
IMM tersebut tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta serta
perguruan tinggi Muhammadiyah khususnya. Artikulasi gerakan IMM tidak
terbatas dalam aktivitas dan pelaksanaan program-program kerja yang rutin
belaka, tetapi juga aktif dalam menyikapi dan merespons persoalan-persoalan
sosial-politik dan kemanusiaan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun
global. Kepedulian dan keberpihakan IMM seperti ini, karena IMM tidak ingin
teralienasi oleh dinamika zaman dan terbawa arus secara pasif oleh perubahan
sosial yang terus bergulir. Begitu pula ketika terjadi aksi-aksi gerakan
reformasi yang banyak dilakukan kalangan mahasiswa dan kaum intelektual pada
tahun 1997, IMM tidak ketinggalan melibatkan diri dan aktif bergerak di
dalamnya. Baik di tingkat pusat maupun daerah, bersama eksponen Angkatan Muda
Muhammadiyah lainnya IMM bergerak untuk mendukung dan menyukseskan aksi
gerakan reformasi yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto dari tampuk
kekuasaannya. Di Yogyakarta misalnya IMM bergabung dalam Komnas AMM bersama
organisasi otonom lainnya dalam mengartikulasikan gerakan dan tuntutan
reformasi. Selain itu di beberapa Komisariat dan Korkom, IMM juga banyak
mengadakan aksi dan gerakan serupa. Begitu pula dengan IMM di daerah-daerah
lainnya, seperti di Jakarta yang menamakan gerakannya dengan FAKSI IMM (Front
Aksi untuk Reformasi). Di Surabaya dan Ujungpandang IMM ada dalam GEMPAR
(Gerakan Mahasiswa Pro Amien Rais) dsb. Selain itu, ketika akan berlangsung
jajak pendapat penentuan status Timor-Timur pada tanggal 30 Agustus 1999, IMM
juga berpartisipasi aktif dalam pemantauannya. Pada waktu akan, selama, dan
sesudah berlangsung jajak pendapat tersebut IMM telah mengirimkan Immawan
Wachid Ridwan (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP IMM)
ke Timor-Timur untuk melakukan pemantauan bersama LSM dan OKP lainnya.
Susunan dan Struktur Organisasi Seperti
Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, secara vertikal IMM memiliki
susunan organisasi mulai dari tingkat pusat sampai komisariat. Lengkapnya:
Komisariat, Cabang, Daerah, dan Pusat. Kepemimpinannya disebut Pmpinan
Komisariat (PK), Pimpinan Cabang (PC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan
Pimpinan Pusat (DPP). Komisariat ialah kesatuan anggota dalam suatu
fakultas/akademi atau tempat tertentu. Cabang ialah kesatuan
komisariat-komisariat dalam suatu Daerah Tingkat II atau daerah tertentu.
Daerah ialah kesatuan cabang-cabang dalam suatu Propinsi/Daerah Tingkat I.
Pusat ialah kesatuan daerah-daerah dalam Negara Republik Indonesia. Sebagai
salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, maka masing-masing level dari susunan
organisasi tersebut mempunyai hubungan keorganisasian yang horizontal dengan
Pimpinan Muhammadiyah. DPP IMM dengan PP Muhammadiyah; DPD IMM dengan PW
Muhammadiyah; PC IMM dengan PD Muhammadiyah; dan PK IMM dengan PC/PR
Muhammadiyah.
Adapun struktur organisasi IMM, berdasarkan
hasil Muktamar IX di Medan adalah sebagai berikut. Mulai dari tingkat DPP
sampai PK terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal—khusus untuk DPP,
sedang untuk DPD sampai PK: Sekretaris Umum--, Bendahara Umum (bersama dua
wakilnya); ditambah dengan beberapa Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang
(Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah. Sosial Ekonomi,
dan Immawati). Struktur organisasi ini dibantu oleh sebuah biro, beberapa
lembaga studi, dan dua korps (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan
Iternasional [hanya ada di DPP]; Lembaga Studi Kelembagaan dan Pengembangan
Organisasi; Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Kader; Lembaga
Pengembangan Ilmu Agama dan Sosial Budaya; Lembaga Penelitian, Pengkajian dan
Penerapan Teknologi; Lembaga Pers IMM [hanya ada di tingkat DPP dan DPD];
Lembaga Pengkajian Strategi dan Kebijakan; Lembaga Kesejahteraan Rakyat dan
Lingkungan Hidup; Lembaga Studi dan Pengembangan Ekonomi Ummat [istilah
lembaga hanya untuk DPP dan DPD, sedang di PC menggunakan istilah departemen;
Korps Instruktur [hanya ada di tingkat DPP sampai PC dan Korps Immawati).
Kemudian di tingkat PK, departemen yang ada adalah: Departemen Organisasi,
Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah, dan Sosial Ekonomi.
BY : SAPARUDDIN 220700299
PRODI SEJARAH
STKIP-PGRI PONTIANAK
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar